Berita Terbaru
Doa Menyembelih Kurban Sesuai Sunnah Lengkap dengan Artinya
Idul Adha merupakan momentum penting bagi umat Islam untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan pada hari raya ini adalah menyembelih hewan kurban. Namun, ibadah ini tidak hanya sekadar menyembelih, melainkan juga harus dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, termasuk dalam membaca doa menyembelih kurban. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap mengenai doa menyembelih kurban, tata cara pelaksanaannya, serta makna dan keutamaannya dalam syariat Islam.
Makna dan Pentingnya Doa Menyembelih Kurban
Setiap ibadah dalam Islam tidak terlepas dari niat dan doa. Begitu juga dengan penyembelihan hewan kurban, di mana membaca doa menyembelih kurban menjadi bagian penting dari rangkaian ibadah ini. Doa merupakan bentuk penyerahan diri seorang hamba kepada Tuhannya dan menjadi penguat niat dalam menjalankan syariat.
Membaca doa menyembelih kurban juga menandakan bahwa kita menyadari hewan yang dikurbankan itu merupakan titipan dari Allah SWT dan dipersembahkan kembali kepada-Nya. Dengan membaca doa, penyembelih menegaskan bahwa kurban ini dilakukan atas nama Allah, bukan untuk tujuan lain.
Dalam hadis riwayat Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah SAW membaca doa menyembelih kurban sebelum menyembelih hewan:
"Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah, (kurban) ini dari-Mu dan untuk-Mu. Terimalah dariku." Ini menjadi dasar hukum bahwa membaca doa menyembelih kurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan).
Selain sebagai bentuk ibadah, doa menyembelih kurban juga memberikan pelajaran spiritual bahwa segala yang kita miliki adalah milik Allah, dan hanya dengan izin-Nya kita bisa mengorbankan sebagian harta untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Dengan memahami makna mendalam dari doa menyembelih kurban, diharapkan umat Islam melaksanakan ibadah ini bukan hanya sebagai tradisi tahunan, tetapi sebagai wujud ketaatan sejati kepada Allah SWT.
Lafaz Doa Menyembelih Kurban dan Artinya
Salah satu hal penting dalam pelaksanaan kurban adalah membaca doa menyembelih kurban sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Berikut adalah lafaz yang sering dibaca saat akan menyembelih hewan kurban:
Bismillahi, Allahu Akbar. Allahumma hadza minka wa laka. Allahumma taqabbal minni.
Artinya: Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, (kurban) ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah, terimalah dariku.
Membaca doa menyembelih kurban ini disunnahkan bagi orang yang menyembelih sendiri hewan kurbannya. Jika yang berkurban tidak mampu menyembelih sendiri dan diwakilkan kepada orang lain, maka sebaiknya orang tersebut tetap menghadiri prosesi penyembelihan dan niatkan dalam hati sebagai kurban untuk dirinya.Selain itu, sebagian ulama membolehkan menyebut nama orang yang berkurban dalam doa menyembelih kurban, seperti:Allahumma taqabbal min (nama orang yang berkurban)Artinya: Ya Allah, terimalah (kurban) dari (nama orang yang berkurban).
Hal ini bertujuan untuk menegaskan bahwa kurban tersebut dilakukan atas nama si pemberi kurban dan menjadi bagian dari amal ibadahnya.
Penting untuk memastikan bahwa doa menyembelih kurban diucapkan sebelum atau saat pisau mulai menyentuh leher hewan. Apabila lupa membaca basmalah, maka mayoritas ulama menyatakan kurban tetap sah, tetapi sebaiknya tetap membaca karena merupakan bagian dari sunnah Rasulullah.
Dengan membaca doa menyembelih kurban secara lengkap dan benar, kita tidak hanya mengikuti sunnah, tetapi juga memaksimalkan nilai ibadah dalam kurban yang dilakukan.
Tata Cara Penyembelihan dan Pengucapan Doa
Proses penyembelihan hewan kurban harus dilakukan sesuai tuntunan syariat Islam. Salah satu syarat sahnya adalah membaca doa menyembelih kurban sebelum melakukan penyembelihan. Berikut adalah tata cara yang disunnahkan:
Pertama, hewan dihadapkan ke arah kiblat dan dibaringkan secara perlahan di sisi kiri agar lehernya mudah dijangkau. Penyembelih juga sebaiknya menghadap kiblat saat akan menyembelih. Sebelum menyembelih, disunnahkan untuk menyebut nama Allah dan membaca doa menyembelih kurban dengan suara yang jelas.
Kedua, alat penyembelihan harus tajam agar prosesnya berlangsung cepat dan tidak menyiksa hewan. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam segala hal. Maka jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik...” (HR. Muslim).
Ketiga, setelah membaca doa menyembelih kurban, lakukan penyembelihan dengan memotong tiga saluran utama di leher hewan: tenggorokan (hulqum), kerongkongan (mari’), dan dua urat nadi. Biarkan darah mengalir sepenuhnya sebagai bentuk penyucian hewan tersebut.
Keempat, setelah hewan benar-benar mati, barulah proses pengulitan dan pemotongan dilakukan. Seluruh proses ini harus dilakukan dengan penuh ketenangan, tidak terburu-buru, dan menjaga adab terhadap makhluk Allah.
Kelima, bagi orang yang tidak menyembelih sendiri, tetap disunnahkan untuk menghadiri penyembelihan dan ikut serta membaca doa menyembelih kurban atau sekadar berniat dalam hati sebagai wujud keterlibatan spiritual.
Dengan mengikuti tata cara ini secara tertib dan mengucapkan doa menyembelih kurban dengan benar, insya Allah ibadah kurban kita akan diterima dan mendapat ganjaran pahala yang besar dari Allah SWT.
Hikmah Membaca Doa Menyembelih Kurban
Mengucapkan doa menyembelih kurban bukan hanya sekadar formalitas, tetapi mengandung banyak hikmah yang memperkaya nilai spiritual ibadah kurban itu sendiri.
Pertama, doa ini menjadi bentuk pengakuan atas kekuasaan Allah sebagai pemberi rezeki. Kita menyembelih atas nama-Nya, bukan atas nama apapun selain-Nya.
Kedua, doa menyembelih kurban menanamkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Hewan yang dikurbankan adalah rezeki, dan dengan menyembelihnya atas nama Allah, kita menunjukkan bahwa kita tidak lalai dalam mensyukuri nikmat tersebut.
Ketiga, membaca doa menyembelih kurban juga mengajarkan rasa tanggung jawab. Ibadah ini bukan sekadar ritual, tetapi sarana mendidik umat agar lebih sadar dan ikhlas dalam beramal.
Keempat, doa ini juga menjadi pengingat bahwa segala yang kita miliki di dunia adalah titipan. Dengan berkurban, kita diajarkan untuk rela mengorbankan sesuatu yang kita cintai demi mendapatkan keridhaan Allah.
Kelima, doa menyembelih kurban mempertegas bahwa setiap amalan harus dimulai dengan mengingat Allah. Ini adalah prinsip dasar dalam Islam: memulai setiap aktivitas, terutama ibadah, dengan menyebut nama Allah agar mendapat keberkahan.
Oleh karena itu, jangan remehkan pentingnya membaca doa menyembelih kurban. Karena selain mengikuti sunnah, doa ini juga menjadi kunci diterimanya ibadah kurban yang kita laksanakan.
Sempurnakan Kurban dengan Doa
Doa menyembelih kurban adalah bagian penting dari rangkaian ibadah Idul Adha yang tidak boleh dilupakan oleh umat Islam. Dengan mengikuti tata cara dan membaca doa menyembelih kurban sesuai sunnah Rasulullah SAW, kita tidak hanya menjalankan syariat dengan benar, tetapi juga memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT.
Lebih dari sekadar formalitas, doa menyembelih kurban adalah bentuk ketulusan dan keikhlasan dalam beribadah. Ini adalah bukti bahwa setiap amal dalam Islam selalu disertai dengan penghambaan total kepada Sang Pencipta.
Marilah sempurnakan ibadah kurban dengan memahami dan mengamalkan doa menyembelih kurban secara benar. Semoga Allah menerima kurban kita semua, menghapus dosa-dosa kita, dan melipatgandakan pahala atas setiap tetes darah yang tertumpah karena-Nya.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA27/05/2025 | admin
BAZNAS Serahkan Rombong Z-Coffee kepada UMY, Diharapkan Jadi Sarana Pemberdayaan Mahasiswa
Yogyakarta, 26 Mei 2025 — Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melalui BAZNAS Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara resmi menyerahkan satu unit rombong Z-Coffee kepada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebagai bagian dari program pemberdayaan ekonomi berbasis zakat.
Penyerahan dilakukan oleh perwakilan BAZNAS DIY dan diterima langsung oleh pihak UMY dalam sebuah seremoni sederhana yang berlangsung di lingkungan kampus UMY. Program ini merupakan bentuk sinergi antara BAZNAS dan institusi pendidikan dalam menciptakan peluang kewirausahaan bagi mahasiswa, khususnya yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Melalui program Z-Coffee ini, kami berharap mahasiswa bisa belajar berwirausaha secara langsung, meningkatkan kemandirian ekonomi, dan menciptakan dampak sosial yang positif.
Z-Coffee merupakan inisiatif BAZNAS yang menyasar sektor UMKM dengan model kedai kopi. Rombong ini dilengkapi dengan perlengkapan usaha dan dirancang untuk mudah dioperasikan oleh mahasiswa. Selain sebagai tempat usaha, Z-Coffee juga diharapkan menjadi sarana pelatihan dan pembelajaran kewirausahaan praktis.
Pihak UMY menyambut baik program ini dan berkomitmen untuk mengelola serta mengembangkan rombong Z-Coffee sebaik mungkin. Kami mengapresiasi dukungan dari BAZNAS dan akan menyalurkan rombong ini kepada mahasiswa binaan yang memiliki semangat berwirausaha dan membutuhkan dukungan modal serta fasilitas.
Melalui penyerahan ini, BAZNAS dan UMY berharap kolaborasi ke depan bisa semakin diperkuat, terutama dalam hal pemberdayaan ekonomi mahasiswa berbasis zakat dan penguatan ekonomi umat.
BERITA26/05/2025 | admin
Distribusi Paket Logistik Lansia – Program Kampung Berkah BAZNAS DIY
Sebagai bentuk kepedulian terhadap kelompok rentan, khususnya para lansia di wilayah lokus kemiskinan, BAZNAS Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali menjalankan program Kampung Berkah dengan menyalurkan paket logistik lansia.
Distribusi ini dilakukan secara langsung oleh tim BAZNAS DIYke BAZNAS Kabupaten?kota yang kemudian akan didistribusikan langsung ke mustahik yang menyasar titik-titik lokus kemiskinan yang telah dipetakan sebelumnya. Para penerima manfaat adalah lansia yang hidup dalam kondisi serba terbatas, baik secara ekonomi maupun akses terhadap kebutuhan pokok harian.
Paket logistik yang dibagikan berisi bahan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, garam, teh, serta kebutuhan harian lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan para lansia. Selain sebagai bantuan sosial, program ini juga menjadi bentuk silaturahmi dan perhatian moral dari BAZNAS DIY terhadap para lansia yang sering kali luput dari perhatian.
Program Kampung Berkah BAZNAS DIY tidak hanya fokus pada aspek konsumtif, tetapi juga diarahkan untuk menciptakan ekosistem pemberdayaan yang berkelanjutan di wilayah sasaran. Dengan penyaluran bantuan logistik ini, BAZNAS DIY ingin memastikan bahwa kehadiran zakat benar-benar memberi manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti para lansia.
BERITA26/05/2025 | admin
Pembagian Daging Kurban Berapa Kg, Ini Panduan Lengkapnya
Ibadah kurban merupakan salah satu amalan mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia menyembelih hewan kurban sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Namun, pertanyaan yang sering muncul di masyarakat adalah: pembagian daging kurban berapa kg yang ideal sesuai dengan syariat? Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap panduan pembagian daging kurban berapa kg agar umat Islam dapat menjalankan ibadah ini dengan benar dan tepat sasaran. 1. Konsep Dasar Pembagian Daging Kurban Untuk memahami pembagian daging kurban berapa kg, kita harus terlebih dahulu memahami konsep dasar dalam syariat Islam. Daging kurban tidak boleh dinikmati oleh satu pihak saja, melainkan harus dibagikan kepada tiga golongan: diri sendiri, kerabat atau tetangga, dan fakir miskin. Pertanyaan pembagian daging kurban berapa kg tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadis, namun para ulama menyarankan pembagian yang adil dan merata. Biasanya, hewan kurban seperti kambing menghasilkan 20-25 kg daging, sedangkan sapi bisa menghasilkan 120-140 kg daging bersih. Dengan memahami perkiraan tersebut, umat Islam dapat memperkirakan pembagian daging kurban berapa kg untuk setiap penerima. Misalnya, jika sapi disembelih oleh tujuh orang, maka setiap peserta kurban mendapatkan bagian sekitar 17-20 kg. Penting untuk dicatat bahwa tujuan utama dari pembagian ini adalah agar sebanyak mungkin orang dapat menikmati daging kurban. Oleh karena itu, pembagian daging kurban berapa kg sebaiknya mempertimbangkan aspek keadilan dan kemanfaatan. Ketika pertanyaan pembagian daging kurban berapa kg muncul, kita harus mengingat bahwa esensi dari kurban adalah ibadah dan berbagi, bukan sekadar kuantitas daging yang diperoleh. 2. Panduan Pembagian Berdasarkan Jenis Hewan Kurban Jenis hewan yang dikurbankan akan memengaruhi pembagian daging kurban berapa kg. Setiap hewan memiliki berat dan hasil daging bersih yang berbeda-beda, sehingga perhitungan harus disesuaikan. Untuk kambing atau domba, hasil daging bersih setelah disembelih biasanya berkisar antara 20 hingga 25 kg. Dalam hal ini, pembagian daging kurban berapa kg bisa dibagi menjadi 3 bagian: sekitar 8 kg untuk fakir miskin, 8 kg untuk kerabat atau tetangga, dan sisanya untuk yang berkurban. Sedangkan sapi atau kerbau yang dikurbankan secara kolektif (maksimal 7 orang), menghasilkan sekitar 120 hingga 140 kg daging bersih. Maka pembagian daging kurban berapa kg per peserta bisa mencapai 17 hingga 20 kg. Unta sebagai hewan kurban yang jarang ditemukan di Indonesia, bisa menghasilkan hingga 300 kg daging bersih. Dalam kasus ini, pembagian daging kurban berapa kg sangat melimpah, dan sebaiknya lebih banyak diberikan kepada yang membutuhkan. Pengetahuan tentang pembagian daging kurban berapa kg berdasarkan jenis hewan ini penting agar tidak terjadi ketimpangan dalam distribusi dan setiap peserta memahami haknya masing-masing. 3. Pembagian Ideal untuk Penerima Daging Salah satu tujuan dari mengetahui pembagian daging kurban berapa kg adalah untuk memastikan bahwa setiap penerima mendapatkan bagian yang cukup dan layak. Penerima daging kurban idealnya adalah fakir miskin, tetangga, dan kerabat. Banyak ulama menyarankan bahwa pembagian daging kurban berapa kg untuk tiap penerima sebaiknya antara 1 hingga 2 kg. Jumlah ini dianggap cukup untuk satu keluarga menikmati sajian daging selama satu atau dua kali makan. Jika daging kurban dibagikan terlalu sedikit, misalnya hanya 0,5 kg, maka manfaatnya menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu, pembagian daging kurban berapa kg harus mempertimbangkan kebermanfaatan. Sebaliknya, jika daging diberikan terlalu banyak kepada satu orang, maka potensi tersebarnya keberkahan menjadi berkurang. Pembagian daging kurban berapa kg idealnya disesuaikan dengan jumlah daging yang tersedia dan jumlah mustahiq yang akan menerima. Dalam praktiknya, panitia kurban sering kali menyiapkan kantong plastik dengan ukuran 1-2 kg untuk memudahkan proses distribusi. Ini merupakan cara efektif untuk menjaga standar pembagian daging kurban berapa kg yang adil. 4. Kesalahan Umum dalam Pembagian Daging Kurban Memahami pembagian daging kurban berapa kg juga berarti menghindari kesalahan umum dalam distribusi. Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah tidak adanya standar berat yang diberikan kepada penerima. Banyak panitia yang hanya membagi daging secara acak tanpa menimbangnya. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan, di mana sebagian orang menerima lebih banyak dari yang lain. Padahal, pembagian daging kurban berapa kg seharusnya dilakukan secara adil. Kesalahan berikutnya adalah terlalu banyak menyimpan daging untuk konsumsi pribadi. Seharusnya, fokus utama dari pembagian daging kurban berapa kg adalah kepada mereka yang membutuhkan, bukan untuk dinikmati sendiri secara berlebihan. Ada pula yang membagikan daging kurban sebagai hadiah kepada orang yang mampu atau sudah berkecukupan. Dalam konteks ini, pembagian daging kurban berapa kg menjadi tidak tepat sasaran dan kurang memberikan dampak sosial. Terakhir, pembagian daging kurban tanpa melihat jumlah keluarga penerima. Sebaiknya, pembagian daging kurban berapa kg mempertimbangkan jumlah anggota keluarga agar sesuai kebutuhan konsumsi mereka. 5. Menyalurkan Daging Kurban Melalui Lembaga Resmi Bagi umat Islam yang ingin memastikan bahwa pembagian daging kurban berapa kg dilakukan secara adil dan merata, salah satu solusinya adalah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS RI. BAZNAS telah berpengalaman menyalurkan kurban ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Dengan demikian, pembagian daging kurban berapa kg benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan. Melalui website https://diy.baznas.go.id, Anda dapat berkurban secara daring. Setelah pembayaran dilakukan, BAZNAS akan mengurus penyembelihan dan distribusi daging, termasuk perhitungan pembagian daging kurban berapa kg sesuai standar dan syariat. Lembaga ini juga memberikan laporan lengkap dan transparan mengenai pelaksanaan kurban. Dengan begitu, Anda tidak hanya menunaikan ibadah, tapi juga membantu menyebarkan manfaat pembagian daging kurban berapa kg ke berbagai pelosok negeri. Selain berkurban, Anda juga bisa menyalurkan sedekah dan zakat di BAZNAS DIY . Kebaikan ini akan semakin memperluas jangkauan keberkahan dan memastikan bahwa pembagian daging kurban berapa kg menyentuh hati mereka yang benar-benar membutuhkan.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA26/05/2025 | admin
Kurban untuk Orang Meninggal, Apakah Diperbolehkan, Ini Pandangannya
Idul Adha adalah momen agung dalam Islam di mana umat muslim memperingati ketaatan Nabi Ibrahim AS dengan melaksanakan ibadah kurban. Namun, tidak sedikit umat Islam yang bertanya-tanya mengenai hukum kurban untuk orang meninggal. Apakah diperbolehkan melaksanakan kurban atas nama orang yang sudah wafat? Artikel ini akan membahas secara mendalam pandangan ulama mengenai kurban untuk orang meninggal, agar kita sebagai umat Islam dapat menjalankan ibadah dengan ilmu dan keyakinan.
1. Pengertian Kurban dalam Islam
Ibadah kurban merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah SWT yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah hingga hari tasyrik.
Hewan yang dikurbankan harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan disembelih dengan niat yang ikhlas. Namun, dalam pelaksanaannya, muncul pertanyaan tentang kurban untuk orang meninggal yang menjadi perbincangan di tengah masyarakat.
Secara umum, kurban ditujukan untuk muslim yang masih hidup dan mampu secara finansial. Namun, apakah boleh melaksanakan kurban untuk orang meninggal sebagai bentuk amal jariyah? Hal ini membutuhkan pemahaman mendalam dari sumber-sumber syariah dan pandangan para ulama.
Menurut mayoritas ulama mazhab, hukum kurban untuk orang meninggal diperbolehkan selama tidak mengabaikan kurban bagi diri sendiri. Artinya, jika seseorang ingin berkurban atas nama orang tuanya yang sudah meninggal, hal tersebut tidak menjadi masalah selama dia juga berkurban untuk dirinya sendiri.
Terdapat perbedaan pendapat antar mazhab terkait kurban untuk orang meninggal. Mazhab Syafi’i dan Hanbali misalnya, memperbolehkan jika ada wasiat dari yang meninggal. Sementara, mazhab Hanafi membolehkan tanpa wasiat asalkan diniatkan sebagai sedekah untuk si mayit.
Oleh karena itu, sebelum melaksanakan kurban untuk orang meninggal, penting untuk memahami niat, syarat, dan kondisi yang menyertainya. Hal ini agar ibadah kurban yang dilakukan tetap sah dan bernilai pahala.
2. Dalil dan Pandangan Ulama Tentang Kurban untuk Orang Meninggal
Dalam memahami hukum kurban untuk orang meninggal, kita perlu merujuk pada Al-Qur’an, Hadis, dan pendapat para ulama. Tidak ada dalil eksplisit yang secara langsung melarang maupun mewajibkan kurban untuk orang yang telah wafat.
Beberapa ulama menggunakan hadis-hadis umum tentang amal jariyah untuk mendukung kurban untuk orang meninggal. Salah satunya adalah hadis riwayat Muslim, bahwa jika seseorang meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga hal, salah satunya adalah sedekah jariyah. Dalam konteks ini, kurban bisa dimaknai sebagai sedekah jariyah jika diniatkan untuk mayit.
Imam Ahmad bin Hanbal memperbolehkan kurban untuk orang meninggal dengan alasan bahwa pahalanya bisa sampai kepada yang telah wafat, sebagaimana pahala sedekah, haji, dan doa. Oleh karena itu, tidak ada larangan keras selama pelaksanaannya mengikuti syariat.
Sebagian ulama juga mencontohkan bahwa Rasulullah SAW pernah berkurban atas nama umatnya, termasuk yang sudah meninggal. Ini dijadikan landasan oleh beberapa ulama bahwa kurban untuk orang meninggal bukanlah amalan yang bid’ah atau tertolak.
Namun, penting untuk diingat bahwa pendapat yang memperbolehkan kurban untuk orang meninggal juga menyarankan agar hal ini tidak mengganggu kewajiban kurban bagi diri sendiri, apalagi jika seseorang belum pernah berkurban sama sekali.
3. Tata Cara Melaksanakan Kurban untuk Orang Meninggal
Jika seseorang telah memutuskan untuk melaksanakan kurban untuk orang meninggal, maka tata caranya tidak jauh berbeda dengan kurban biasa. Namun ada beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan agar pelaksanaannya sesuai dengan tuntunan syariat.
Pertama, niat harus ditegaskan bahwa kurban ini dilakukan atas nama orang yang telah meninggal. Niat tersebut dapat diucapkan saat hendak menyembelih hewan kurban atau cukup dalam hati. Misalnya, "Saya niat berkurban atas nama almarhum ayah saya."
Kedua, sebaiknya memilih hewan kurban yang sehat, cukup umur, dan memenuhi standar sesuai ketentuan syariat. Ini penting agar kurban untuk orang meninggal yang dilakukan benar-benar sah dan diterima oleh Allah SWT.
Ketiga, distribusi daging tetap mengikuti aturan umum, yakni dibagikan kepada fakir miskin, keluarga, dan boleh juga dikonsumsi oleh pelaksana kurban. Tidak ada ketentuan khusus untuk kurban untuk orang meninggal dalam hal pembagian daging.
Keempat, apabila pelaksanaan kurban untuk orang meninggal didasarkan pada wasiat dari yang meninggal, maka daging kurban harus seluruhnya disedekahkan dan tidak boleh dimakan oleh ahli waris.
Kelima, agar pelaksanaan kurban untuk orang meninggal lebih terorganisir dan amanah, sebaiknya disalurkan melalui lembaga resmi seperti BAZNAS DIY yang terpercaya dalam pengelolaan kurban. Melalui mereka, kita juga dapat memastikan bahwa kurban sampai kepada penerima yang tepat.
4. Hikmah dan Keutamaan Kurban untuk Orang Meninggal
Melaksanakan kurban untuk orang meninggal bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga bentuk penghormatan dan kasih sayang kepada yang telah berpulang. Banyak hikmah dan keutamaan yang bisa didapatkan dari amalan ini.
Pertama, kurban untuk orang meninggal menjadi sarana amal jariyah yang pahalanya terus mengalir untuk si mayit. Hal ini sangat membantu terutama bagi orang tua atau kerabat yang belum sempat berkurban semasa hidupnya.
Kedua, amalan ini mempererat hubungan emosional antara yang hidup dan yang telah wafat. Dengan melaksanakan kurban untuk orang meninggal, seseorang merasa tetap terhubung dengan orang tuanya dan bisa terus mendoakan kebaikan untuk mereka.
Ketiga, kurban untuk orang meninggal juga menumbuhkan keikhlasan dalam beramal. Sebab, orang yang melakukannya tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan manfaat duniawi, melainkan semata-mata mengharapkan ridha Allah dan kebaikan untuk orang yang dicintai.
Keempat, ini menjadi sarana edukasi dan keteladanan bagi anak-anak dan keluarga. Mereka belajar bahwa menyayangi orang tua bukan hanya saat hidup, tetapi juga setelah wafat melalui amal ibadah.
Kelima, kurban untuk orang meninggal bisa menjadi wasilah terbukanya rezeki dan keberkahan bagi keluarga yang ditinggalkan. Allah SWT menjanjikan ganjaran bagi orang-orang yang ikhlas dalam bersedekah dan berkurban.
Jika Anda berencana untuk melaksanakan kurban untuk orang meninggal, pertimbangkan untuk menyalurkannya melalui lembaga resmi seperti BAZNAS DIY. Lembaga ini telah berpengalaman dalam mengelola dan mendistribusikan hewan kurban ke seluruh penjuru negeri, termasuk daerah yang sangat membutuhkan.
Melalui website https://diy.baznas.go.id, Anda dapat mendaftarkan kurban secara daring, memilih jenis hewan, dan menyertakan nama orang yang ingin diniatkan dalam ibadah kurban. Dengan begitu, pelaksanaan kurban untuk orang meninggal menjadi lebih mudah, amanah, dan profesional.
BAZNAS DIY juga memberikan laporan pemotongan dan distribusi hewan kurban sehingga Anda bisa mengetahui ke mana hewan tersebut disalurkan. Ini menjadi nilai tambah bagi pelaksanaan kurban untuk orang meninggal yang Anda lakukan.
Selain berkurban, Anda juga bisa menyalurkan sedekah atas nama orang yang telah wafat melalui platform yang sama. Sedekah ini bisa menjadi pelengkap dari kurban untuk orang meninggal dan memperbanyak amal jariyah yang terus mengalir.
Mari jadikan momen Idul Adha ini sebagai ajang berbagi dan berbuat baik. Salurkan kurban untuk orang meninggal melalui BAZNAS DIY dan bantu sesama yang membutuhkan. Dengan niat yang tulus, insyaAllah pahala akan terus mengalir kepada mereka yang telah berpulang.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA26/05/2025 | admin
Yang Berhak Menerima Daging Kurban Sesuai Syariat Islam
Ibadah kurban merupakan bentuk ketaatan umat Islam kepada Allah SWT yang dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha. Kurban tidak hanya sekadar menyembelih hewan, tetapi juga memiliki dimensi sosial berupa pembagian daging kepada orang-orang yang membutuhkan. Namun, tidak semua orang bisa menerima daging kurban. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk mengetahui yang berhak menerima daging kurban sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
1. Makna Kurban dalam Islam dan Tujuan Pembagiannya
Ibadah kurban adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT yang dilakukan dengan menyembelih hewan ternak pada tanggal 10 Dzulhijjah dan hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Tujuannya bukan hanya menjalankan perintah, tapi juga untuk berbagi kepada yang berhak menerima daging kurban.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 36, Allah menyebutkan bahwa daging dan darah hewan kurban tidak akan sampai kepada-Nya, melainkan ketakwaan dari orang yang berkurban. Oleh karena itu, ibadah kurban harus disertai dengan niat ikhlas dan perhatian terhadap yang berhak menerima daging kurban.
Pembagian daging kurban memiliki tujuan sosial, yaitu untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. Islam menganjurkan agar daging kurban tidak hanya dinikmati sendiri, tetapi juga disalurkan kepada yang berhak menerima daging kurban agar mereka ikut merasakan kebahagiaan hari raya.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa daging kurban hendaknya dibagikan kepada tiga golongan: untuk diri sendiri, untuk kerabat, dan untuk fakir miskin. Ini menegaskan bahwa yang berhak menerima daging kurban sudah ditetapkan dengan sangat jelas dalam ajaran Islam.
Memahami siapa saja yang berhak menerima daging kurban akan mencegah kesalahan distribusi dan menjadikan ibadah kurban lebih bermakna secara spiritual dan sosial.
2. Golongan yang Berhak Menerima Daging Kurban
Syariat Islam telah menjelaskan siapa saja yang berhak menerima daging kurban secara rinci. Dengan mengetahui hal ini, umat Islam dapat memastikan bahwa kurbannya diterima dengan baik dan sesuai tuntunan.
Golongan pertama yang berhak menerima daging kurban adalah fakir dan miskin. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Memberikan daging kurban kepada mereka adalah bentuk nyata dari kepedulian sosial.
Golongan kedua yang berhak menerima daging kurban adalah kerabat atau tetangga, terutama jika mereka hidup dalam kekurangan.
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan silaturahmi dan memperhatikan lingkungan sekitar.
Golongan ketiga yang berhak menerima daging kurban adalah para musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan. Meski tidak miskin di tempat asalnya, mereka tetap tergolong sebagai mustahiq karena sedang dalam kesulitan.
Golongan keempat yang berhak menerima daging kurban adalah para amil atau panitia kurban yang bekerja dengan ikhlas dan tidak mendapatkan upah. Dalam beberapa pendapat ulama, mereka boleh mendapatkan bagian sebagai bentuk apresiasi.
Golongan kelima yang berhak menerima daging kurban adalah diri sendiri dan keluarga. Dalam hal ini, orang yang berkurban boleh menyimpan sebagian daging kurban untuk konsumsi pribadi, asalkan tidak berlebihan dan tetap memprioritaskan distribusi kepada yang membutuhkan.
3. Ketentuan Syariat Mengenai Pembagian Daging Kurban
Dalam syariat Islam, pembagian daging kurban harus mengikuti aturan yang jelas agar ibadah tersebut sah dan berpahala. Hal ini juga untuk memastikan bahwa yang berhak menerima daging kurban mendapatkan haknya.
Pembagian daging kurban umumnya dibagi menjadi tiga bagian: sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga untuk kerabat, dan sepertiga untuk fakir miskin. Namun, proporsi ini tidak baku dan boleh disesuaikan dengan kondisi lapangan, selama tetap memperhatikan yang berhak menerima daging kurban.
Dalam kasus kurban wajib (nazar), seluruh daging harus disedekahkan dan tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban. Dalam hal ini, seluruh daging diberikan kepada yang berhak menerima daging kurban agar nadzar benar-benar terlaksana sesuai syariat.
Daging kurban tidak boleh dijual atau diberikan sebagai upah kepada tukang sembelih. Hal ini ditegaskan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Sebagai gantinya, mereka bisa mendapatkan bagian dari kurban jika termasuk yang berhak menerima daging kurban.
Pembagian daging harus dilakukan dalam kondisi layak konsumsi. Hal ini menjadi bentuk tanggung jawab kepada yang berhak menerima daging kurban, agar mereka mendapatkan manfaat secara maksimal dari ibadah ini.
Penggunaan jasa lembaga seperti BAZNAS DIY dapat membantu memastikan bahwa proses penyembelihan dan distribusi dilakukan dengan amanah, tertib, dan sampai kepada yang berhak menerima daging kurban.
4. Kesalahan Umum dalam Pembagian Daging Kurban
Meski niat berkurban sudah baik, masih banyak umat Islam yang melakukan kesalahan dalam pembagian, sehingga daging tidak sampai kepada yang berhak menerima daging kurban. Ini bisa mengurangi pahala bahkan membatalkan sebagian manfaat ibadah kurban.
Kesalahan pertama adalah membagikan seluruh daging kepada keluarga dan kerabat yang sebenarnya mampu. Padahal, mereka bukan prioritas utama yang berhak menerima daging kurban. Islam lebih mengutamakan fakir miskin.
Kesalahan kedua adalah menjadikan daging kurban sebagai ajang pamer atau konsumsi pribadi yang berlebihan. Ini menghilangkan nilai sosial dari ibadah kurban dan melupakan yang berhak menerima daging kurban.
Kesalahan ketiga adalah memberikan bagian daging sebagai upah atau kompensasi kerja. Hal ini bertentangan dengan hadis Rasulullah SAW yang melarang menjadikan daging kurban sebagai upah, kecuali mereka juga tergolong yang berhak menerima daging kurban.
Kesalahan keempat adalah keterlambatan dalam distribusi. Daging yang tidak segera dibagikan bisa menurun kualitasnya atau bahkan busuk, sehingga tidak dapat dinikmati oleh yang berhak menerima daging kurban.
Kesalahan kelima adalah membagikan daging tanpa melihat kondisi penerima. Sebaiknya panitia kurban melakukan survei atau bekerja sama dengan lembaga terpercaya seperti Baznas agar tepat sasaran dalam menyalurkan kepada yang berhak menerima daging kurban.
5. Menyalurkan Daging Kurban melalui Lembaga Resmi
Agar daging kurban sampai kepada yang berhak menerima daging kurban, umat Islam dianjurkan menyalurkannya melalui lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) DIY. Lembaga ini telah memiliki sistem distribusi yang merata hingga ke pelosok daerah.
BAZNAS memiliki program kurban nasional yang bertujuan untuk menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan, terutama di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan. Dengan demikian, yang berhak menerima daging kurban benar-benar merasakan manfaat dari ibadah ini.
Melalui platform daring di https://diy.baznas.go.id, Anda bisa menyalurkan kurban dengan praktis. Cukup memilih jenis hewan kurban, melakukan pembayaran, dan tim BAZNAS DIY akan menyembelih serta menyalurkan kepada yang berhak menerima daging kurban.
Kelebihan lain adalah adanya laporan pelaksanaan kurban yang transparan. Anda dapat mengetahui ke mana daging disalurkan dan siapa saja yang berhak menerima daging kurban yang mendapat manfaat darinya.
Selain kurban, Anda juga bisa menyalurkan sedekah dan zakat melalui BAZNAS DIY. Dengan begitu, amal ibadah Anda semakin lengkap dan menyentuh lebih banyak orang yang berhak menerima daging kurban dan bantuan lainnya.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA26/05/2025 | admin
Tujuan Berkurban dalam Islam Bukan Sekadar Tradisi, Ini Esensinya
Setiap bulan Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Namun, sayangnya, tidak sedikit dari kita yang hanya menjadikan kurban sebagai rutinitas tahunan atau bahkan sekadar tradisi. Padahal, tujuan berkurban dalam Islam memiliki makna yang sangat dalam dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Tujuan berkurban bukan hanya menyembelih hewan dan membagikan daging kepada yang membutuhkan, melainkan lebih dari itu. Ibadah kurban merupakan simbol dari ketundukan total kepada Allah, meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim AS dan ketaatan Nabi Ismail AS. Melalui artikel ini, kita akan mengulas secara mendalam tentang tujuan berkurban dalam Islam agar ibadah yang kita jalankan tidak hanya sah secara syariat, tetapi juga bermakna secara spiritual. Makna Spiritual di Balik Tujuan Berkurban
Ketika membahas tujuan berkurban, hal pertama yang perlu dipahami adalah dimensi spiritual dari ibadah ini. Kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan dan membagikan daging, tetapi merupakan bentuk penyucian jiwa dan pengorbanan yang tulus karena Allah SWT. Dalam Al-Qur'an Surah Al-Hajj ayat 37, Allah berfirman: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang dapat mencapainya." Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan berkurban bukan pada aspek fisik semata, melainkan pada ketakwaan dan keikhlasan niat seorang Muslim dalam menjalankan perintah Allah. Ketika seseorang berkurban, ia sedang belajar untuk mendahulukan perintah Allah dibandingkan dengan keinginan duniawinya. Ini adalah bagian dari latihan ruhani yang mendalam. Dengan demikian, tujuan berkurban menjadi bentuk aktualisasi dari cinta dan ketaatan kepada Sang Pencipta. Tujuan berkurban juga mengajarkan nilai-nilai pengendalian diri dan pengorbanan. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan egoisme, kurban menjadi momen untuk menumbuhkan empati terhadap sesama. Kita belajar melepaskan sebagian harta yang kita cintai demi kebaikan bersama, semata-mata karena Allah. Lebih dari itu, tujuan berkurban memberikan ruang untuk merenung akan hakikat hidup yang penuh ujian dan pengorbanan. Ibadah ini menyadarkan kita bahwa segala yang kita miliki hanyalah titipan, dan seharusnya digunakan di jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Meneladani Keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
Salah satu pilar penting dalam memahami tujuan berkurban adalah kisah agung antara Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Kisah ini bukan sekadar cerita sejarah, melainkan cerminan dari ketundukan mutlak kepada perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk ujian keimanan. Tanpa ragu dan penuh keyakinan, beliau siap menjalankan perintah tersebut. Nabi Ismail pun menerima keputusan ayahnya dengan penuh tawakal. Inilah puncak dari tujuan berkurban: ketundukan total kepada kehendak Allah, meski bertentangan dengan logika manusia. Dari kisah ini, kita diajarkan bahwa tujuan berkurban bukanlah tentang mengorbankan nyawa atau harta semata, tetapi tentang menyerahkan diri secara total kepada kehendak Allah. Ini adalah pelajaran hidup yang sangat mendalam dan terus relevan sepanjang zaman. Tujuan berkurban juga menjadi momentum untuk memperkuat iman dan keyakinan. Keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menginspirasi umat Islam untuk tidak hanya beribadah secara lahiriah, tetapi juga secara batiniah dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Kisah tersebut juga memperlihatkan bahwa Allah tidak membutuhkan pengorbanan fisik, tetapi ingin melihat ketulusan dan keikhlasan hati hambanya. Maka, dalam konteks ibadah kurban saat ini, tujuan berkurban adalah mewujudkan sikap penghambaan yang murni kepada Allah, bukan sekadar formalitas belaka. Tujuan Berkurban sebagai Wujud Kepedulian Sosial
Selain aspek spiritual, tujuan berkurban juga memiliki dimensi sosial yang sangat penting. Melalui kurban, umat Islam diajak untuk peduli terhadap sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu. Ibadah ini menjadi sarana distribusi daging yang merata kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang jarang menikmati daging. Tujuan berkurban adalah untuk mempererat tali ukhuwah Islamiyah antara si kaya dan si miskin. Dalam momen Idul Adha, semua golongan masyarakat bisa merasakan kebahagiaan yang sama. Ini adalah bentuk nyata solidaritas sosial yang diajarkan dalam Islam. Dengan melaksanakan kurban, seorang Muslim sedang menjalankan misi kemanusiaan yang sangat mulia. Maka, tidak heran jika dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan bahwa kurban adalah amalan yang paling dicintai Allah pada hari Nahr (Idul Adha). Ini menunjukkan betapa besar nilai sosial dari tujuan berkurban dalam Islam. Kurban juga dapat menjadi solusi bagi masyarakat dalam menghadapi masalah gizi dan pangan, terutama bagi anak-anak dan keluarga kurang mampu. Dengan membagikan daging kurban, kita membantu mereka mendapatkan asupan protein hewani yang berkualitas. Oleh karena itu, tujuan berkurban adalah menghilangkan sekat antara kelas sosial, memperkuat persaudaraan, dan menciptakan keadilan distribusi sumber daya. Inilah nilai kemanusiaan yang terkandung dalam ibadah kurban. Mengokohkan Ketakwaan dan Rasa Syukur Melalui Kurban
Salah satu nilai yang sangat ditekankan dalam tujuan berkurban adalah peningkatan takwa dan rasa syukur kepada Allah SWT. Ketika seseorang berkurban, ia sedang menunjukkan pengakuan bahwa seluruh rezeki berasal dari Allah, dan ia siap menggunakannya di jalan yang benar. Takwa bukan hanya ucapan, tetapi pembuktian nyata dalam perbuatan. Menyembelih hewan kurban dengan niat yang tulus karena Allah adalah bagian dari pembuktian takwa tersebut. Karena itulah, tujuan berkurban sangat erat kaitannya dengan kualitas keimanan seseorang. Dengan berkurban, kita juga belajar bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Kita sadar bahwa tidak semua orang mampu membeli hewan kurban, sehingga ketika kita diberi kesempatan, seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tujuan berkurban adalah menyucikan jiwa dari sifat kikir dan egoisme. Saat kita mengeluarkan sebagian dari harta kita untuk kurban, kita sedang memutus keterikatan terhadap dunia dan memperkuat ikatan spiritual dengan Sang Pencipta. Kurban juga menjadi momentum muhasabah bagi setiap Muslim, untuk mengukur sejauh mana keikhlasannya dalam beribadah. Apakah kita berkurban karena Allah semata atau karena ingin dipuji manusia? Jawaban dari pertanyaan inilah yang akan menentukan nilai dari tujuan berkurban yang kita lakukan. Pada akhirnya, tujuan berkurban dalam Islam bukanlah ritual tahunan yang bersifat seremonial semata. Ibadah ini mengandung pelajaran iman, ketaatan, kepedulian sosial, hingga pembuktian syukur kepada Allah SWT. Semua ini harus dihayati secara mendalam oleh setiap Muslim yang ingin kurbannya diterima. Dengan memahami tujuan berkurban secara utuh, maka pelaksanaan kurban akan lebih bermakna dan membekas dalam hati. Tidak hanya sebatas menyembelih hewan, tetapi juga menyembelih hawa nafsu, egoisme, dan keserakahan dalam diri. Semoga setiap ibadah kurban yang kita lakukan selalu diniatkan karena Allah, dipenuhi rasa takwa, dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat. Mari jadikan tujuan berkurban sebagai jalan menuju ridha dan cinta Allah SWT.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA26/05/2025 | admin
Ibadah Kurban Merupakan Ibadah untuk Meneladani Ajaran Nabi Ibrahim
Dalam ajaran Islam, ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi Ibrahim yang penuh keikhlasan dan ketaatan kepada perintah Allah SWT. Peristiwa agung ini menjadi dasar pelaksanaan kurban yang dilakukan setiap tanggal 10 Dzulhijjah oleh umat Muslim di seluruh dunia. Sebagai bentuk pengabdian dan cinta kepada Allah, ibadah kurban tidak sekadar menyembelih hewan, tetapi juga merupakan simbol ketundukan dan keimanan yang mendalam.
Sebagai umat Muslim, memahami bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi berarti kita harus memahami kisah yang melatarbelakanginya. Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya, Ismail, sebagai ujian keimanan. Perintah tersebut dijalankan dengan penuh kepasrahan hingga Allah menggantinya dengan seekor domba. Kisah ini tertuang dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 102–107.
Melalui kisah ini, umat Islam diajak merenungi bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi dalam hal kepatuhan tanpa syarat terhadap perintah Allah. Maka dari itu, pelaksanaan kurban bukan hanya menjadi rutinitas tahunan, melainkan sarat akan nilai spiritual yang tinggi.
Kita juga dapat memaknai bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang mengajarkan pengorbanan demi keimanan dan kemanusiaan. Sebagaimana Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan sesuatu yang sangat dicintainya, begitu pula kita diajak untuk mengorbankan sebagian dari rezeki demi mendekatkan diri kepada Allah dan membantu sesama.
Dalam praktiknya, ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang berdampak sosial tinggi. Daging kurban dibagikan kepada yang membutuhkan, sehingga nilai ibadah ini pun memperkuat tali ukhuwah dan kepedulian antar sesama Muslim.
Makna Spiritual dari Ibadah Kurban
Dalam Islam, ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi Ibrahim sebagai simbol keikhlasan dan ketundukan kepada Allah SWT. Kurban bukan sekadar menyembelih hewan, melainkan wujud konkret dari pengorbanan batin yang tulus dan niat mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Makna spiritual ini dapat dirasakan secara langsung oleh orang yang berkurban dengan niat lillahi ta’ala. Ketika menyadari bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi, seseorang akan lebih sadar dalam menjalani hidup dengan penuh ketaatan, keikhlasan, dan kepercayaan bahwa segala yang datang dari Allah adalah ujian keimanan.
Lebih dari itu, menyadari bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi juga mengajarkan kita untuk tidak mencintai dunia secara berlebihan. Hewan ternak yang kita kurbankan adalah rezeki duniawi, dan mengurbankannya menunjukkan bahwa kita siap menyerahkan yang kita cintai demi Allah.
Kedekatan dengan Allah juga menjadi bagian penting dalam pelaksanaan kurban. Ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi dalam menciptakan hubungan spiritual yang lebih dekat dengan Allah, terutama melalui pengorbanan yang ikhlas.
Akhirnya, memahami bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi memberi kita semangat untuk terus memperbaiki diri dalam ketaatan. Kurban menjadi momentum yang pas untuk merenung, memperbanyak ibadah, dan meneladani perjuangan para nabi dalam menghadapi ujian keimanan.
Aspek Sosial dalam Ibadah Kurban
Selain makna spiritual, ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang juga memiliki dimensi sosial yang sangat kuat. Pembagian daging kurban kepada masyarakat luas, terutama kepada kaum dhuafa, adalah bentuk nyata solidaritas umat Islam.
Ketika seseorang memahami bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi, maka ia juga akan memahami pentingnya memberi dan berbagi. Melalui kurban, kita diajak untuk menyisihkan sebagian harta demi memberikan manfaat bagi orang lain, khususnya mereka yang jarang menikmati daging.
Lebih lanjut, ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang mempererat ukhuwah islamiyah. Pembagian daging tanpa memandang status sosial memperkuat ikatan persaudaraan dan menjembatani kesenjangan ekonomi antarumat.
Tak hanya itu, kurban juga menjadi momen penting untuk mengajarkan anak-anak kita tentang nilai-nilai kemanusiaan dan kepekaan sosial. Dengan menyadari bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi, generasi muda diajak untuk tumbuh dengan semangat berbagi dan empati.
Dari segi komunitas, pelaksanaan kurban juga mendorong semangat gotong-royong dan kerja sama. Semua ini menunjukkan bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang sarat nilai kemasyarakatan dan keadilan sosial.
Ibadah Kurban dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis
Dalam Al-Qur’an, disebutkan bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi Ibrahim, sebagaimana termaktub dalam surat Ash-Shaffat ayat 102–107. Ayat-ayat ini menggambarkan bagaimana ketaatan Nabi Ibrahim diuji dengan perintah menyembelih putranya.
Hadis-hadis sahih juga banyak menjelaskan bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi. Dalam riwayat Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada amalan yang dilakukan manusia pada hari raya kurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan kurban."
Pemahaman bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi juga diperkuat oleh para ulama, yang menjadikan kisah Nabi Ibrahim sebagai dalil utama tentang keteladanan dalam pengorbanan.
Tak hanya itu, dalam banyak tafsir dijelaskan bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang menjadi syariat penting dalam Islam, dan menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah SWT.
Dengan menjadikan kisah Nabi Ibrahim sebagai landasan, umat Islam memahami bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang penuh hikmah dan pengajaran moral bagi kehidupan beragama sehari-hari.
Menghidupkan Semangat Berkurban di Era Modern
Di era modern, kita perlu kembali mengingat bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi yang tetap relevan meski zaman telah berubah. Semangat pengorbanan dan keikhlasan tidak boleh pudar hanya karena kemudahan teknologi atau kenyamanan hidup.
Kini banyak lembaga terpercaya seperti BAZNAS DIY yang memfasilitasi pelaksanaan kurban secara online. Meskipun secara fisik tidak hadir saat penyembelihan, kita tetap bisa menyadari bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi dan harus dilakukan dengan niat yang benar.
Kesadaran akan makna kurban juga bisa ditumbuhkan melalui edukasi di lingkungan keluarga dan masyarakat. Kita perlu mengingatkan bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi, dan bukan hanya sebagai kegiatan seremonial tahunan.
Generasi muda harus diberi pemahaman mendalam bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi, dengan begitu nilai-nilai spiritual dan sosial dari kurban tetap hidup sepanjang masa.
Sebagai penutup, mari kita jaga semangat berkurban dan berbagi, serta jangan ragu untuk menunaikan kurban atau bersedekah melalui lembaga resmi seperti BAZNAS DIY yang amanah dan transparan.
Sebagai Muslim, kita harus memahami dan meyakini bahwa ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi Ibrahim AS. Keteladanan beliau dalam menjalankan perintah Allah secara totalitas merupakan cermin dari keimanan sejati.
Dengan pelaksanaan kurban, kita menelusuri jejak pengorbanan dan ketaatan, sehingga semakin memperkuat keimanan dan kepedulian terhadap sesama. Karena ibadah kurban merupakan ibadah untuk meneladani ajaran Nabi, maka nilai-nilainya harus terus hidup dalam praktik hidup sehari-hari.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA26/05/2025 | admin
Audit Internal Jadi Fokus: BAZNAS se-DIY Bersatu dalam Penguatan Pengawasan Zakat
Yogyakarta, 24 Mei 2025 — Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyelenggarakan pelatihan audit internal guna memperkuat tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan zakat di wilayah tersebut. Kegiatan ini diikuti oleh BAZNAS Se-DIY antara lain BAZNAS DIY dan BAZNAS kabupaten/kota se-DIY.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi auditor internal dalam melaksanakan audit yang efektif dan efisien, sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan standar akuntansi yang berlaku. Materi pelatihan mencakup teknik audit modern, studi kasus, serta simulasi audit yang relevan dengan praktik lembaga amil zakat.
Wakil Ketua IV BAZNAS DIY, H. Ahmad Lutfi SS., MA., dalam sambutannya menyatakan bahwa pelatihan ini penting untuk memastikan bahwa pengelolaan zakat dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. "Dengan auditor internal yang kompeten, kita dapat memastikan bahwa dana zakat dikelola dengan amanah dan tepat sasaran," ujarnya
Pelatihan ini memperkuat sinergi dan koordinasi antar BAZNAS se-DIY, serta menjadi langkah strategis dalam menghadapi tantangan dan tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan zakat yang lebih profesional dan bertanggung jawab.
BERITA24/05/2025 | admin
Sinergi Pengelolaan Zakat Nasional: Rapat Kerja Teknis BAZNAS Se-Indonesia Digelar dengan Semangat Kolaboratif
Dalam upaya memperkuat pengelolaan zakat nasional yang lebih efektif, kolaboratif, dan bertanggung jawab, Rapat Kerja Teknis (Rakernis) BAZNAS Se-Indonesia resmi dibuka hari Rabu, 21 Mei 2025 di Bogor. Acara yang mengusung tema “Sinergi Pengelolaan Zakat Nasional yang Efektif, Kolaboratif, dan Bertanggung Jawab” ini berlangsung di Jakarta dan dihadiri oleh para pimpinan serta perwakilan pengelola zakat dari seluruh provinsi di Indonesia. Dalam kegiatan ini Wakil Ketua III BAZNAS DIY H. Nursya'bani Purnama SE., M.Si., beserta staf turut hadir dalam acara tersebut.
Pembukaan Rakernis dilakukan secara resmi oleh Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), KH. Prof. Noor Ahmad, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya sinergi dan tanggung jawab kolektif dalam tata kelola zakat. “Kita tidak hanya dituntut untuk menjalankan amanah secara profesional, tetapi juga harus memperkuat kerja sama lintas sektor agar pengelolaan zakat lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar beliau.
Rangkaian acara diawali dengan laporan panitia pelaksana oleh Sekretaris Utama (Sestama) BAZNAS, Bapak Subhan Cholid, yang menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menyelaraskan program dan strategi kerja BAZNAS di tingkat nasional dan daerah. Ia juga menyoroti perlunya peningkatan kapasitas dan koordinasi dalam menyikapi dinamika kebutuhan mustahik yang semakin kompleks.
Sementara itu, sambutan dari Pimpinan Bidang Koordinasi Nasional, KH. Ahmad Sudrajad, mempertegas arah gerak koordinasi yang terstruktur antara pusat dan daerah. “Kita perlu memastikan bahwa kebijakan dan program-program zakat tidak hanya seragam dalam bentuk, tapi juga harmonis dalam implementasinya. Inilah yang dimaksud dengan pengelolaan yang kolaboratif dan bertanggung jawab,” tegasnya.
Rakernis ini akan berlangsung selama tiga hari dengan agenda utama berupa diskusi teknis, penyusunan rencana kerja, serta evaluasi capaian program sebelumnya. Kegiatan ini juga menjadi forum strategis untuk berbagi praktik baik antarprovinsi dalam pengelolaan zakat yang berdampak nyata bagi masyarakat.
Dengan diselenggarakannya Rakernis ini, BAZNAS berharap terwujudnya penguatan peran seluruh elemen pengelola zakat nasional dalam membangun kesejahteraan umat dan menjawab tantangan sosial-ekonomi secara lebih terukur dan profesional.
BERITA22/05/2025 | admin
Syarat Kurban Sapi Agar Sah dan Diterima, Simak Selengkapnya
Ibadah kurban merupakan salah satu syiar Islam yang sangat dianjurkan bagi umat Muslim yang mampu. Dalam pelaksanaannya, ada banyak hal yang harus diperhatikan agar kurban yang dilakukan benar-benar sah dan diterima oleh Allah SWT. Salah satu aspek yang penting untuk dipahami adalah syarat kurban sapi, terutama karena sapi merupakan salah satu hewan ternak yang banyak dipilih untuk kurban selain kambing dan domba. Mengetahui dan memahami syarat kurban sapi menjadi kunci agar ibadah ini tidak sia-sia. Jangan sampai niat baik berkurban ternodai karena ketidaktahuan akan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam. Artikel ini akan mengulas secara lengkap dan mendalam mengenai syarat kurban sapi, mulai dari usia hewan, kondisi fisik, jumlah pekurban, hingga waktu penyembelihan. Syarat Kurban Sapi Menurut Syariat Islam
Sebelum menyembelih hewan kurban, sangat penting untuk mengetahui apa saja syarat kurban sapi menurut syariat Islam. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan kurban tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Pertama, syarat kurban sapi yang paling utama adalah sapi harus merupakan hewan ternak yang halal disembelih dan biasa digunakan untuk kurban, seperti sapi lokal atau sapi jenis lain yang sejenis. Hewan ini harus termasuk dalam kategori binatang ternak, bukan hewan liar. Kedua, dari segi usia, syarat kurban sapi mewajibkan bahwa sapi yang dikurbankan harus berusia minimal dua tahun dan telah memasuki tahun ketiga. Ini sesuai dengan hadits Nabi SAW dan juga pendapat mayoritas ulama, termasuk dari mazhab Syafi’i dan Hanbali. Ketiga, syarat kurban sapi juga mencakup kondisi fisik hewan. Sapi yang akan dikurbankan tidak boleh cacat, seperti pincang, buta, kurus kering, atau kehilangan sebagian besar telinganya. Rasulullah SAW telah menyebutkan bahwa empat jenis cacat bisa membuat hewan tidak sah untuk dikurbankan. Keempat, dalam satu ekor sapi, boleh digunakan untuk berkurban oleh tujuh orang. Ini merupakan keistimewaan kurban sapi dibandingkan kambing. Namun, syarat kurban sapi dalam konteks ini adalah niat dan tujuannya harus sama-sama untuk berkurban, bukan untuk aqiqah atau tujuan lain. Kelima, sapi yang dikurbankan harus milik pekurban sendiri atau mendapatkan izin yang sah dari pemiliknya. Syarat kurban sapi tidak terpenuhi jika hewan tersebut hasil curian, rampasan, atau dibeli dengan harta haram. Memahami Usia dan Kesehatan Sapi dalam Syarat Kurban Sapi
Salah satu hal yang kerap ditanyakan oleh umat Muslim menjelang Idul Adha adalah soal usia dan kesehatan sapi yang boleh dikurbankan. Hal ini penting karena keduanya termasuk dalam syarat kurban sapi yang menentukan keabsahan ibadah kurban. Pertama, menurut para ulama, syarat kurban sapi dalam hal usia adalah sapi harus mencapai umur dua tahun penuh dan memasuki tahun ketiga. Jika sapi belum mencapai usia ini, maka tidak sah untuk dijadikan hewan kurban meskipun kondisinya sehat dan besar. Kedua, kesehatan fisik sangat berpengaruh pada sah atau tidaknya kurban. Syarat kurban sapi menyebutkan bahwa sapi harus sehat secara jasmani, tidak mengalami penyakit berat, tidak pincang, tidak buta sebelah, serta tidak kurus hingga tidak memiliki sumsum tulang. Ketiga, sapi yang sehat juga akan menghasilkan daging yang lebih layak konsumsi dan berkualitas untuk dibagikan kepada fakir miskin. Maka dari itu, syarat kurban sapi bukan hanya menyangkut syariat, tetapi juga aspek sosial dari ibadah kurban itu sendiri. Keempat, tanda-tanda sapi yang memenuhi syarat kurban sapi dari sisi kesehatan adalah mata yang cerah, bulu mengkilap, nafsu makan baik, serta gerakan tubuh yang lincah dan tidak lesu. Hindari sapi yang tampak lemah atau memiliki luka terbuka. Kelima, jika ragu dengan usia atau kondisi kesehatan hewan, sebaiknya minta surat keterangan dari dokter hewan atau peternak terpercaya. Dengan begitu, Anda bisa memastikan bahwa syarat kurban sapi telah benar-benar terpenuhi secara syariat dan teknis. Waktu Pelaksanaan dan Tata Cara Kurban Sesuai Syarat Kurban Sapi
Selain jenis dan kondisi hewan, syarat kurban sapi juga mencakup waktu dan tata cara penyembelihan. Pelaksanaan kurban harus mengikuti tuntunan Rasulullah SAW agar sah dan tidak sia-sia. Pertama, syarat kurban sapi dalam hal waktu adalah penyembelihan dilakukan setelah salat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah hingga berakhir pada tanggal 13 Dzulhijjah (hari tasyrik). Menyembelih sebelum salat Idul Adha tidak sah sebagai kurban. Kedua, proses penyembelihan harus dilakukan oleh orang Muslim yang baligh dan berakal serta memahami tata cara penyembelihan hewan dalam Islam. Ini bagian dari syarat kurban sapi agar prosesnya sesuai sunnah. Ketiga, hewan harus disembelih dengan menyebut nama Allah SWT. Kalimat “Bismillahi Allahu Akbar” harus diucapkan saat memotong urat leher. Ini merupakan bagian penting dari syarat kurban sapi yang menjadikan penyembelihan sah secara agama. Keempat, syarat kurban sapi juga menekankan pada penyembelihan yang dilakukan dengan alat tajam agar hewan tidak tersiksa. Ini sesuai dengan anjuran Nabi agar kita berbuat ihsan dalam menyembelih hewan. Kelima, setelah disembelih, daging sapi kurban harus dibagi-bagikan dengan adil, yaitu sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga untuk keluarga atau kerabat, dan sepertiga untuk fakir miskin. Pembagian ini tidak wajib persis, tapi menunjukkan semangat berbagi dalam syarat kurban sapi. Syarat Kurban Sapi dalam Konteks Kolektif (Tujuh Orang)
Banyak umat Islam yang memilih berkurban sapi secara kolektif karena biayanya yang lebih ringan. Namun, ada ketentuan penting dalam syarat kurban sapi yang harus diperhatikan ketika kurban dilakukan oleh tujuh orang bersama-sama. Pertama, syarat kurban sapi menyebutkan bahwa setiap individu yang ikut patungan harus memiliki niat untuk berkurban. Jika ada satu orang yang niatnya bukan untuk kurban, maka kurban semua peserta menjadi tidak sah. Kedua, pembagian biaya harus jelas, tidak ambigu. Masing-masing peserta kurban sapi harus menanggung bagian biaya yang setara. Ini demi menjaga keadilan dan kejelasan dalam memenuhi syarat kurban sapi. Ketiga, ketujuh peserta kurban sebaiknya menuliskan nama mereka secara tertulis dalam satu daftar kurban untuk memudahkan pencatatan dan distribusi daging. Ini juga akan membantu memastikan syarat kurban sapi tidak dilanggar secara administratif. Keempat, dalam pelaksanaannya, disarankan agar semua peserta kolektif menyaksikan atau minimal mengetahui bahwa kurban mereka telah dilaksanakan sesuai syariat. Hal ini penting dalam menjaga keabsahan syarat kurban sapi. Kelima, jika memungkinkan, pembagian daging dari kurban kolektif juga bisa diatur bersama agar sesuai dengan prinsip gotong royong dan keadilan yang terkandung dalam syarat kurban sapi. Melaksanakan kurban adalah ibadah agung yang penuh hikmah dan pahala. Namun, ibadah ini tidak akan bernilai jika tidak sesuai dengan syariat. Karena itu, memahami syarat kurban sapi secara mendalam adalah bentuk tanggung jawab dan ketaatan seorang Muslim kepada Allah SWT. Pertama, jangan asal membeli hewan kurban tanpa memperhatikan syarat kurban sapi, mulai dari usia, kondisi fisik, kepemilikan, hingga waktu penyembelihan. Semua itu menjadi penentu sah atau tidaknya ibadah Anda. Kedua, pastikan Anda memilih sapi dari sumber yang terpercaya dan bisa memberikan keterangan lengkap mengenai usia dan kesehatannya. Jangan tergoda harga murah yang mengabaikan syarat kurban sapi. Ketiga, jika Anda memilih berkurban secara kolektif, pastikan seluruh peserta memahami dan sepakat dengan ketentuan dalam syarat kurban sapi. Komitmen bersama dalam ibadah ini akan membawa keberkahan yang lebih luas. Keempat, sebarkan ilmu ini kepada keluarga dan kerabat agar semakin banyak umat Muslim yang sadar akan pentingnya syarat kurban sapi. Dengan begitu, kualitas pelaksanaan kurban di tengah masyarakat akan semakin baik. Kelima, semoga ibadah kurban yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT, menjadi wasilah keberkahan, serta menjadi bukti ketaatan dan kepedulian kita terhadap sesama.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA21/05/2025 | admin
Usia Kambing Kurban yang Diperbolehkan untuk Disembelih Idul Adha
Hari Raya Idul Adha merupakan momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Salah satu ibadah utama yang dilakukan pada hari raya ini adalah menyembelih hewan kurban. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, salah satunya adalah usia kambing kurban. Mengetahui dan memahami ketentuan usia kambing kurban yang diperbolehkan untuk disembelih sangat penting agar ibadah kurban yang dilakukan sah dan diterima oleh Allah SWT. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap mengenai usia kambing kurban yang sesuai dengan syariat Islam, lengkap dengan dalil dan penjelasan para ulama. Artikel ini disusun untuk memberikan informasi yang jelas, mudah dipahami, dan bisa menjadi panduan bagi umat Islam yang hendak melaksanakan ibadah kurban. Mengapa Usia Kambing Kurban Penting dalam Ibadah Kurban
Dalam syariat Islam, hewan kurban yang akan disembelih tidak boleh sembarangan. Salah satu syarat penting adalah usia hewan kurban, termasuk usia kambing kurban. Hal ini bukan hanya soal fisik hewan, tetapi juga terkait dengan kesempurnaan ibadah dan keabsahan penyembelihan. Pertama, Rasulullah SAW telah memberikan ketentuan mengenai minimal usia kambing kurban. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah bersabda: "Jangan kalian menyembelih (sebagai kurban) kecuali musinnah (yang telah cukup umur), kecuali jika itu sulit bagi kalian, maka sembelihlah jadza’ah dari kambing." (HR. Muslim no. 1963) Hadits ini menunjukkan bahwa usia kambing kurban menjadi bagian dari syarat sah kurban. Jika tidak sesuai usia, maka kurban tersebut tidak sah dan tidak memenuhi tuntunan Rasulullah SAW. Kedua, hewan yang belum cukup usia kambing kurban biasanya belum memiliki kondisi fisik yang optimal. Hal ini berkaitan dengan kesehatan hewan, daging yang dihasilkan, serta etika dalam memperlakukan makhluk hidup dalam Islam. Ketiga, para ulama sepakat bahwa usia kambing kurban tidak boleh diabaikan. Mereka menekankan bahwa menyembelih kambing yang belum cukup umur meskipun sehat tetap tidak memenuhi syarat kurban, kecuali ada alasan syar’i seperti kesulitan mendapatkan hewan kurban. Keempat, memperhatikan usia kambing kurban juga merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Meskipun terlihat sebagai hal teknis, namun dalam ibadah, hal teknis sekalipun memiliki dimensi ibadah dan ketaatan. Kelima, umat Islam perlu mengetahui bahwa usia kambing kurban telah ditentukan bukan secara sembarangan, melainkan berdasarkan hikmah dan pertimbangan syariat yang sangat mendalam. Berapa Usia Kambing Kurban yang Sesuai Syariat
Berdasarkan hadits dan penjelasan para ulama, usia kambing kurban yang diperbolehkan adalah minimal satu tahun, atau telah memasuki umur satu tahun. Dalam istilah fiqih, kambing tersebut disebut jadza'ah, yaitu kambing yang telah genap berumur enam bulan dan tampak seperti kambing berusia satu tahun. Pertama, mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Hanbali, dan sebagian ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa usia kambing kurban yang sah minimal adalah satu tahun. Jika kambing belum mencapai usia tersebut, maka kurbannya tidak sah kecuali dalam kondisi tertentu. Kedua, dalam Mazhab Maliki, lebih ketat lagi, yaitu mensyaratkan kambing harus benar-benar mencapai usia satu tahun penuh, bukan sekadar mirip atau mendekati. Artinya, usia kambing kurban dalam pandangan ini harus jelas dan pasti. Ketiga, sebagian ulama memberikan pengecualian jika tidak ditemukan kambing yang cukup usia. Maka dalam kondisi darurat, kambing yang usianya mendekati atau tampak seperti kambing satu tahun boleh disembelih, dengan syarat tertentu dan bukan menjadi kebiasaan. Keempat, secara umum, usia kambing kurban harus dapat dibuktikan. Oleh karena itu, penting bagi para pekurban untuk membeli kambing dari peternak terpercaya yang dapat menjamin usia hewan sesuai ketentuan. Kelima, masyarakat juga dapat memastikan usia kambing kurban dengan cara melihat catatan kelahiran hewan dari peternak, atau jika tidak tersedia, bisa dilihat dari ciri fisik seperti gigi dan postur tubuh. Ciri-Ciri Kambing yang Telah Cukup Usia untuk Kurban
Agar lebih mudah dalam memilih hewan kurban yang sah, penting untuk mengenali ciri-ciri fisik kambing yang telah memenuhi usia kambing kurban. Berikut adalah beberapa indikator yang dapat diperhatikan: Pertama, salah satu tanda paling umum bahwa usia kambing kurban telah mencukupi adalah gigi tetap sudah mulai tumbuh. Kambing muda biasanya masih memiliki gigi susu, sementara kambing usia satu tahun sudah mulai berganti ke gigi tetap. Kedua, dari segi ukuran tubuh, usia kambing kurban yang sudah memenuhi syarat biasanya memiliki postur yang lebih besar dan kuat dibandingkan kambing yang masih sangat muda. Otot dan tulang terlihat lebih kokoh. Ketiga, bulu kambing yang cukup umur umumnya lebih kasar dan tebal. Kambing muda cenderung memiliki bulu yang masih halus dan tipis. Ini bisa menjadi salah satu indikator usia jika data usia tidak tersedia. Keempat, kambing yang telah cukup umur lebih aktif secara fisik dan tidak menunjukkan gejala kekanak-kanakan. Ini menunjukkan kematangan fisik yang penting dalam konteks usia kambing kurban. Kelima, peternak yang berpengalaman biasanya bisa memperkirakan usia kambing kurban dengan cukup akurat. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk membeli dari peternak profesional yang bisa memberikan keterangan usia secara jelas. Dampak Menyembelih Kambing yang Belum Cukup Usia
Penting untuk diingat bahwa menyembelih hewan kurban yang belum memenuhi usia kambing kurban dapat berdampak pada keabsahan ibadah kurban itu sendiri. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diketahui: Pertama, dari sisi hukum fikih, jika usia kambing kurban belum mencukupi, maka sembelihan tersebut tidak dianggap sebagai kurban, melainkan hanya sembelihan biasa. Maka pahala kurban yang seharusnya diperoleh tidak didapatkan. Kedua, secara sosial, menyembelih kambing yang belum cukup umur bisa menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Hal ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap proses distribusi dan penyaluran hewan kurban, terutama jika dilakukan oleh lembaga. Ketiga, hewan yang belum mencapai usia kambing kurban biasanya belum optimal dalam hal berat daging. Sehingga manfaat sosial dari pembagian daging kurban menjadi berkurang. Keempat, tindakan menyembelih kambing di bawah usia kambing kurban juga dapat menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap syariat Islam. Ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih memahami ilmu agama secara menyeluruh. Kelima, dalam konteks pengelolaan zakat dan kurban oleh lembaga seperti BAZNAS DIY, memastikan usia kambing kurban menjadi sangat penting agar amanah umat benar-benar tersampaikan sesuai tuntunan syariat. Memastikan usia kambing kurban yang sesuai dengan ketentuan syariat adalah hal yang tidak boleh diabaikan. Selain menjadi syarat sahnya ibadah kurban, pemahaman terhadap hal ini mencerminkan keimanan, ketakwaan, dan ketaatan seorang Muslim kepada Allah SWT. Pertama, setiap Muslim yang hendak berkurban wajib mengetahui bahwa usia kambing kurban minimal adalah satu tahun atau jadza’ah yang terlihat seperti usia satu tahun. Ini adalah batasan yang telah ditetapkan Rasulullah SAW dan menjadi pegangan para ulama. Kedua, membeli hewan kurban harus dilakukan dengan hati-hati. Tanyakan secara detail kepada penjual mengenai usia kambing kurban yang ditawarkan. Jangan tergiur harga murah jika tidak disertai bukti usia yang jelas. Ketiga, dalam konteks penyelenggaraan kurban secara kolektif oleh masjid atau lembaga, perlu ada edukasi kepada panitia agar memastikan seluruh hewan yang disembelih telah memenuhi usia kambing kurban yang sah. Keempat, pelaksanaan kurban yang sah dan sesuai tuntunan akan membawa berkah yang lebih besar, baik bagi yang berkurban maupun bagi penerima daging kurban. Kelima, semoga dengan memahami syarat usia kambing kurban, ibadah kita pada Idul Adha tahun ini menjadi lebih sempurna dan diterima di sisi Allah SWT.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA21/05/2025 | admin
Pemotongan Hewan Kurban yang Benar Menurut Syariat dan Prosedurnya
Pemotongan Hewan Kurban merupakan bagian paling sakral dalam pelaksanaan ibadah kurban yang dilakukan umat Islam setiap tanggal 10 Dzulhijjah hingga hari Tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Ibadah ini bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi juga bentuk ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami tata cara Pemotongan Hewan Kurban yang benar menurut syariat Islam dan prosedur teknis pelaksanaannya. Dalam tulisan ini, kita akan membahas secara mendalam mengenai syarat sah pemotongan, adab dan sunnah saat menyembelih, serta prosedur teknis yang harus diperhatikan agar pelaksanaan Pemotongan Hewan Kurban sesuai dengan tuntunan syariat. Dengan memahami hal ini, diharapkan ibadah kurban dapat dilaksanakan dengan penuh keberkahan dan sesuai dengan kaidah Islam. Makna dan Tujuan Pemotongan Hewan Kurban dalam Islam
Pemotongan Hewan Kurban bukanlah sekadar rutinitas tahunan, melainkan ibadah yang memiliki makna spiritual dan sosial yang sangat dalam. Ibadah kurban merupakan perwujudan dari keteladanan Nabi Ibrahim AS yang bersedia mengorbankan anaknya demi menaati perintah Allah. Namun Allah menggantinya dengan seekor domba sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan terhadap pengorbanan tersebut. Melalui Pemotongan Hewan Kurban, seorang Muslim belajar tentang keikhlasan, pengorbanan, dan kepedulian terhadap sesama. Daging kurban yang dibagikan menjadi bentuk nyata solidaritas sosial, terutama kepada kaum fakir miskin dan dhuafa. Maka dari itu, pemahaman akan prosedur dan tata cara kurban menjadi sangat penting. Tujuan utama dari Pemotongan Hewan Kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub). Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 37: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya." Ayat tersebut menegaskan bahwa ruh dari Pemotongan Hewan Kurban bukan terletak pada dagingnya semata, melainkan pada niat, ketakwaan, dan kepatuhan terhadap perintah Allah. Selain itu, Pemotongan Hewan Kurban juga mengajarkan nilai tanggung jawab dan profesionalitas. Menyembelih hewan dengan cara yang baik, tidak menyakiti, serta memperhatikan kebersihan dan keamanan adalah bagian dari adab Islam dalam memperlakukan makhluk hidup. Dalam konteks sosial, Pemotongan Hewan Kurban menjadi momentum untuk berbagi rezeki dan mempererat ukhuwah islamiyah. Daging yang dibagikan merata kepada masyarakat menciptakan keadilan sosial dan menghapus kesenjangan ekonomi antarwarga. Syarat dan Ketentuan Pemotongan Hewan Kurban yang Sah
Agar Pemotongan Hewan Kurban dinilai sah menurut syariat, terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi. Pertama, dari sisi hewan kurban, syaratnya harus merupakan hewan ternak yaitu unta, sapi, kambing, atau domba. Usia hewan pun menjadi syarat sah; kambing minimal berumur 1 tahun, domba 6 bulan (jika sudah cukup gemuk), dan sapi 2 tahun. Kesehatan hewan juga sangat penting dalam pelaksanaan Pemotongan Hewan Kurban. Hewan tidak boleh cacat seperti buta, pincang parah, sakit, atau sangat kurus. Rasulullah SAW bersabda: "Empat hal yang tidak sah pada hewan kurban: buta yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan kurus yang tidak berdaging." (HR. Abu Daud) Dari sisi pelaksana, Pemotongan Hewan Kurban harus dilakukan oleh seorang Muslim yang baligh dan berakal. Pelaku penyembelihan juga harus mengetahui tata cara penyembelihan dalam Islam, termasuk menyebut nama Allah saat menyembelih. Waktu pelaksanaan Pemotongan Hewan Kurban juga telah ditentukan, yaitu dimulai setelah salat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah hingga terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Menyembelih sebelum salat Id tidak dianggap sebagai kurban, melainkan hanya sembelihan biasa. Penting pula memperhatikan niat. Niat harus tulus karena Allah. Niat ini bisa diucapkan atau cukup dalam hati. Proses Pemotongan Hewan Kurban tidak akan bernilai ibadah jika niatnya untuk pamer atau riya’. Adab dan Sunnah dalam Pemotongan Hewan Kurban
Islam sangat menjunjung tinggi kasih sayang terhadap makhluk hidup. Oleh karena itu, Pemotongan Hewan Kurban pun memiliki adab dan sunnah yang harus dijaga. Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar proses penyembelihan dilakukan dengan cara yang baik, tidak menyiksa hewan, serta dilakukan dengan cepat dan efektif. Salah satu adab utama dalam Pemotongan Hewan Kurban adalah menajamkan pisau. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam segala hal. Jika kamu membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Tajamkanlah pisaumu dan tenangkanlah hewan sembelihanmu.” (HR. Muslim) Penyembelih juga disunnahkan menghadap kiblat, begitu pula hewan yang akan disembelih. Sebelum menyembelih, hendaknya membaca Bismillah, Allahu Akbar dan berdoa: “Allahumma hadzihi minka wa laka. Taqabbal minni yaa arhamar rahimin.” Saat melaksanakan Pemotongan Hewan Kurban, sangat dianjurkan untuk tidak memperlihatkan alat potong kepada hewan sebelum disembelih, dan tidak menyembelih di hadapan hewan lain. Ini sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan terhadap makhluk Allah. Jika memungkinkan, bagi yang berkurban dianjurkan untuk menyaksikan langsung Pemotongan Hewan Kurban. Bahkan, bagi laki-laki, lebih utama jika ia sendiri yang menyembelih hewan kurbannya, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Prosedur Teknis Pemotongan Hewan Kurban yang Profesional
Dalam praktiknya, Pemotongan Hewan Kurban kini juga melibatkan aspek teknis dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan penyembelihan harus memenuhi standar kebersihan, keamanan, dan kenyamanan, baik bagi pelaksana maupun lingkungan sekitar. Prosedur pertama dalam Pemotongan Hewan Kurban adalah pemeriksaan kondisi hewan oleh dokter hewan sebelum dan sesudah disembelih. Ini penting untuk memastikan daging layak dikonsumsi dan tidak membahayakan masyarakat. Lokasi penyembelihan sebaiknya dilakukan di tempat yang sesuai standar, seperti rumah potong hewan (RPH) atau tempat khusus yang telah disiapkan panitia. Pemotongan Hewan Kurban sebaiknya tidak dilakukan di tempat sembarangan, agar tidak menimbulkan bau tak sedap, pencemaran, atau risiko penyakit. Setelah disembelih, proses pengulitan dan pemotongan bagian-bagian daging dilakukan secara higienis. Daging hasil Pemotongan Hewan Kurban kemudian dibagikan secara merata kepada fakir miskin, tetangga, dan keluarga yang membutuhkan, sesuai dengan aturan pembagian yang disyariatkan. Penting juga untuk memperhatikan penggunaan alat yang bersih dan tajam serta melibatkan tenaga yang sudah terlatih. Dengan begitu, proses Pemotongan Hewan Kurban bisa berjalan dengan lancar, efisien, dan sesuai prinsip Islam. Menjadikan Ibadah Kurban Lebih Bermakna dengan Pemotongan Hewan Kurban yang Syari Akhirnya, pelaksanaan Pemotongan Hewan Kurban bukanlah sekadar ritual penyembelihan, tetapi sebuah ibadah agung yang harus dijaga dari awal hingga akhir. Ketepatan waktu, niat yang lurus, perlakuan yang baik terhadap hewan, hingga proses distribusi yang adil menjadi unsur penting dalam menyempurnakan ibadah ini. Dengan pemahaman yang baik mengenai Pemotongan Hewan Kurban, umat Islam dapat melaksanakan kurban dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kurban bukan hanya bentuk pengorbanan harta, tetapi juga latihan untuk mengendalikan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang mampu menjalankan Pemotongan Hewan Kurban sesuai syariat, serta menjadikannya sebagai wasilah untuk menggapai ridha dan keberkahan dari Allah SWT.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA21/05/2025 | admin
Makna Berkurban dalam Islam, Lebih dari Sekadar Menyembelih Hewan
Setiap datangnya bulan Dzulhijjah, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban sebagai bagian dari perayaan Idul Adha. Namun, banyak dari kita yang hanya memahami ibadah ini sebatas menyembelih hewan dan membagikannya kepada orang lain. Padahal, makna berkurban dalam Islam jauh lebih dalam daripada itu.Makna berkurban bukan hanya ritual tahunan, tetapi cerminan keimanan, ketakwaan, dan pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya. Dari sejarah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, kita belajar bahwa berkurban adalah bentuk totalitas kepasrahan kepada perintah Allah SWT. Dengan pemahaman ini, umat Islam dapat menjalankan kurban tidak hanya sebagai formalitas ibadah, tetapi sebagai pembentuk karakter dan keteguhan hati.Oleh karena itu, memahami makna berkurban menjadi sangat penting agar setiap Muslim dapat mengambil pelajaran spiritual dari ibadah ini. Artikel ini akan mengulas secara mendalam berbagai dimensi makna berkurban dalam kehidupan seorang Muslim, bukan hanya dari sisi syariat, tetapi juga dari sisi kemanusiaan dan ketuhanan.Makna Berkurban sebagai Tanda Ketakwaan
Dalam Islam, ibadah kurban bukan sekadar menyembelih hewan, melainkan ujian ketakwaan seseorang kepada Allah SWT. Makna berkurban di sini adalah mempersembahkan sesuatu yang berharga kepada Allah sebagai bentuk ketaatan dan ketulusan hati.Allah SWT menegaskan dalam Surah Al-Hajj ayat 37:"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya."Ayat ini menunjukkan bahwa makna berkurban bukan pada hewan yang disembelih, melainkan pada niat dan ketakwaan pelakunya.Ketika seorang Muslim menyisihkan sebagian hartanya untuk membeli hewan kurban, ia sedang mengedepankan kecintaan kepada Allah dibanding kecintaan pada harta duniawi. Maka dari itu, makna berkurban mengandung unsur pengorbanan ego dan keduniawian demi meraih ridha Ilahi.Takwa juga tampak dari keikhlasan saat berkurban. Tidak ada pamrih, tidak ada niat pamer. Yang ada hanyalah pengharapan agar Allah menerima amal tersebut. Maka makna berkurban juga mengajarkan kejujuran dalam beramal dan niat yang lurus.Dengan demikian, makna berkurban sebagai tanda ketakwaan adalah menjadikan ibadah ini sebagai bentuk penghambaan dan ketaatan total kepada Allah SWT, bukan sekadar formalitas semata.Makna Berkurban sebagai Bentuk Kepedulian Sosial
Selain aspek ibadah vertikal, makna berkurban dalam Islam juga mencerminkan dimensi sosial yang sangat tinggi. Daging kurban yang dibagikan kepada fakir miskin, tetangga, dan saudara menjadi sarana mempererat hubungan antar sesama manusia.Dengan berkurban, seorang Muslim belajar untuk berbagi rezeki dan kebahagiaan, terutama kepada mereka yang jarang merasakan nikmatnya makan daging. Maka, makna berkurban juga adalah wujud solidaritas dan empati kepada yang membutuhkan.Rasulullah SAW bersabda dalam hadits riwayat Tirmidzi:"Tidak ada amalan anak Adam pada hari Nahr yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan kurban."Hal ini mengisyaratkan bahwa makna berkurban memiliki efek yang sangat luas dalam menciptakan keadilan sosial dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.Kepedulian sosial ini juga membentuk karakter dermawan dalam diri seorang Muslim. Mereka yang berkurban dilatih untuk tidak kikir dan tidak terikat pada harta benda. Oleh karena itu, makna berkurban juga mencakup pembentukan kepribadian yang peduli dan murah hati.Dengan melaksanakan kurban, kita tidak hanya menunaikan perintah agama, tetapi juga membahagiakan banyak hati. Ini adalah implementasi nyata bahwa makna berkurban menyentuh sisi kemanusiaan secara luas.Makna Berkurban dalam Meneladani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
Tidak bisa dipungkiri bahwa kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS menjadi landasan spiritual ibadah kurban. Dari kisah ini, kita bisa menggali makna berkurban sebagai teladan dalam ketaatan dan pengorbanan tanpa batas.Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya, sebuah ujian yang sangat berat bagi seorang ayah. Namun, beliau tetap taat. Demikian pula dengan Nabi Ismail, yang dengan penuh keimanan bersedia menjadi bagian dari ujian tersebut. Dari sini, kita memahami bahwa makna berkurban adalah kesiapan menyerahkan apa yang paling kita cintai demi ketaatan kepada Allah.Keteladanan ini menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk selalu siap mengorbankan ego, kesenangan pribadi, bahkan impian duniawi jika itu bertentangan dengan perintah Allah. Maka, makna berkurban mencakup aspek pengendalian diri dan keikhlasan sejati.Lebih dari itu, Nabi Ibrahim menunjukkan bahwa ujian dari Allah adalah bentuk kasih sayang, bukan kebencian. Mereka yang sanggup menjalaninya akan diangkat derajatnya. Maka, makna berkurban juga adalah latihan spiritual dalam menghadapi cobaan hidup.Dengan menjadikan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagai panutan, umat Islam akan lebih memahami bahwa makna berkurban adalah meneladani pengorbanan yang dilandasi cinta kepada Allah SWT, bukan sekadar rutinitas tahunan.Makna Berkurban sebagai Latihan Mengelola Harta
Salah satu aspek penting dalam berkurban adalah pengeluaran harta untuk membeli hewan kurban. Dalam hal ini, makna berkurban juga bisa dipahami sebagai sarana latihan dalam mengelola harta dengan baik, dan menjadikannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.Bagi sebagian orang, mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membeli hewan kurban bukan perkara mudah. Tapi ketika niat itu dilandasi keimanan, maka keikhlasan akan muncul. Di sinilah makna berkurban sebagai bentuk pengendalian terhadap hawa nafsu duniawi.Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya, tetapi mengajarkan agar kekayaan digunakan di jalan yang benar. Berkurban menjadi salah satu cara memurnikan harta. Oleh sebab itu, makna berkurban juga adalah membersihkan harta dari sifat tamak dan cinta dunia berlebihan.Selain itu, dengan berkurban, seorang Muslim belajar perencanaan keuangan. Mereka menabung, menyisihkan penghasilan, dan memprioritaskan ibadah. Maka, makna berkurban juga mendidik umat Islam untuk hidup teratur dan visioner dalam mengelola rezeki.Mereka yang rutin berkurban biasanya memiliki kesadaran tinggi terhadap nilai-nilai zakat, infak, dan sedekah. Ini membuktikan bahwa makna berkurban sangat berkaitan erat dengan keuangan yang barakah dan berkah dalam hidup.Makna Berkurban sebagai Refleksi Cinta kepada Allah
Puncak dari segala bentuk ibadah adalah cinta kepada Allah SWT. Begitu juga dengan kurban. Makna berkurban dalam dimensi spiritual tertinggi adalah sebagai bentuk cinta, kerinduan, dan penghambaan mutlak kepada Sang Pencipta.Cinta kepada Allah ditunjukkan dengan kesiapan untuk memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki. Tidak ada cinta sejati tanpa pengorbanan. Maka, makna berkurban adalah cerminan cinta sejati yang tidak diucapkan, tapi dibuktikan lewat tindakan.Ketika seorang hamba memilih untuk berkurban, dia sedang mengatakan pada Allah bahwa kecintaan pada-Nya lebih besar dari cintanya pada dunia. Inilah makna berkurban yang tidak bisa dinilai dengan materi, tapi dengan ketulusan jiwa.Bahkan dalam doanya, Rasulullah SAW selalu meminta agar hati dipenuhi cinta kepada Allah melebihi segalanya. Maka, makna berkurban adalah bukti bahwa cinta kepada Allah bukan sekadar lisan, tapi juga aksi nyata.Dengan memahami makna berkurban sebagai refleksi cinta, ibadah kurban akan terasa lebih bermakna, lebih mendalam, dan lebih melekat dalam kehidupan seorang Muslim.Dari berbagai penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa makna berkurban dalam Islam bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi tentang menyembelih ego, nafsu, dan cinta dunia. Kurban adalah perjalanan spiritual, sosial, dan finansial menuju derajat takwa yang lebih tinggi.Setiap Muslim hendaknya memahami bahwa makna berkurban adalah kesempatan tahunan untuk memperbaharui iman, membersihkan hati, dan mempererat hubungan sosial. Melalui kurban, kita belajar ikhlas, belajar berbagi, dan belajar mencintai Allah di atas segalanya.Semoga kita termasuk orang-orang yang memahami dan mengamalkan makna berkurban secara utuh, bukan hanya dari sisi syariat, tetapi juga dari sisi spiritualitas dan kemanusiaan. Dengan demikian, kurban kita akan menjadi amal jariyah yang terus mengalirkan pahala dan manfaat bagi kehidupan.BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA21/05/2025 | admin
Salah Satu Tujuan Berkurban Adalah Bentuk Ketakwaan, Ini Penjelasannya
Bulan Dzulhijjah selalu identik dengan ibadah yang sangat mulia, yaitu kurban. Ibadah ini bukan sekadar tradisi tahunan, tetapi memiliki nilai ibadah dan spiritual yang sangat tinggi. Bagi umat Islam, menyembelih hewan kurban bukan hanya bentuk ketaatan, melainkan juga pengorbanan jiwa dan raga untuk meraih ridha Allah SWT. Salah satu tujuan berkurban adalah menunjukkan ketakwaan sejati seorang hamba kepada Tuhannya. Banyak yang masih mengira bahwa ibadah kurban hanya untuk mendapatkan pahala, atau sekadar berbagi daging dengan sesama. Padahal, salah satu tujuan berkurban adalah lebih dari itu. Kurban adalah perwujudan cinta kepada Allah, bukti kesungguhan dalam beribadah, serta refleksi dari ajaran pengorbanan dan keikhlasan yang diajarkan para nabi. Dengan memahami bahwa salah satu tujuan berkurban adalah ketakwaan, umat Islam akan lebih sadar bahwa ibadah ini bukan sekadar simbolik, tetapi memiliki makna yang dalam dan menyentuh berbagai aspek kehidupan. Salah Satu Tujuan Berkurban Adalah Menguji Keikhlasan dalam Beribadah
Dalam Islam, setiap amal perbuatan dinilai berdasarkan niat dan keikhlasannya. Termasuk dalam pelaksanaan ibadah kurban, yang sejatinya bukan untuk pamer, bukan untuk mencari pujian, tetapi semata-mata karena Allah SWT. Oleh karena itu, salah satu tujuan berkurban adalah menguji keikhlasan seorang hamba dalam menjalankan perintah-Nya. Keikhlasan ini dicontohkan secara sempurna oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS. Mereka rela menjalankan perintah Allah untuk menyembelih Ismail, meskipun itu adalah hal yang sangat berat. Dari kisah ini, kita bisa memahami bahwa salah satu tujuan berkurban adalah agar kita belajar ikhlas dalam menjalani perintah Allah, walaupun terasa sulit. Ketika seseorang menyisihkan hartanya untuk membeli hewan kurban, itu adalah bentuk nyata dari pengorbanan dan ketulusan hati. Dalam kondisi ekonomi yang mungkin tidak selalu mudah, mereka tetap melaksanakan kurban sebagai bentuk kepatuhan. Ini membuktikan bahwa salah satu tujuan berkurban adalah melatih ketulusan dan kepasrahan total kepada Sang Pencipta. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 37: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya."
Ayat ini mempertegas bahwa salah satu tujuan berkurban adalah bukan pada dagingnya, melainkan nilai ketakwaan yang mendasarinya. Dengan demikian, setiap Muslim harus merenungi bahwa salah satu tujuan berkurban adalah menciptakan kedekatan spiritual yang lebih tinggi kepada Allah melalui keikhlasan dan pengorbanan. Salah Satu Tujuan Berkurban Adalah Membentuk Karakter Dermawan
Ibadah kurban bukan hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga memperkuat hubungan sosial antar sesama manusia. Dalam Islam, semangat berbagi adalah bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Oleh karena itu, salah satu tujuan berkurban adalah menumbuhkan jiwa dermawan dan kepedulian terhadap sesama. Ketika daging kurban dibagikan kepada kaum dhuafa, tetangga, dan kerabat, maka yang terjadi adalah perwujudan nyata dari ukhuwah Islamiyah. Berkurban bukan hanya untuk diri sendiri, tapi manfaatnya dirasakan oleh banyak orang. Maka jelas bahwa salah satu tujuan berkurban adalah menanamkan rasa peduli sosial dalam diri setiap Muslim. Dalam hadits riwayat Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Makanlah darinya, berikanlah kepada orang lain dan simpanlah."
Ini menunjukkan bahwa kurban memiliki unsur ibadah sekaligus sosial. Salah satu tujuan berkurban adalah untuk menciptakan keadilan sosial dan menyeimbangkan taraf hidup masyarakat. Mereka yang melaksanakan kurban dengan tulus akan belajar bagaimana memberi tanpa pamrih, bagaimana membahagiakan orang lain, dan bagaimana berempati kepada mereka yang kekurangan. Maka, sangat tepat jika kita katakan bahwa salah satu tujuan berkurban adalah membentuk karakter Muslim yang ringan tangan dan dermawan. Dari sini, kita memahami bahwa kurban bukan hanya urusan vertikal antara hamba dan Tuhannya, tetapi juga urusan horizontal dengan sesama manusia. Salah satu tujuan berkurban adalah memperkuat jaringan kasih sayang dalam komunitas Muslim. Salah Satu Tujuan Berkurban Adalah Meneladani Nabi Ibrahim AS
Sejarah kurban dalam Islam sangat erat kaitannya dengan kisah agung Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS. Ketundukan dan kepatuhan mereka terhadap perintah Allah menjadi landasan syariat kurban. Oleh sebab itu, salah satu tujuan berkurban adalah mengikuti jejak pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya, beliau tidak menolak. Bahkan, Nabi Ismail pun tidak melawan. Ini menunjukkan bahwa salah satu tujuan berkurban adalah melatih diri untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah, tanpa banyak bertanya atau mengeluh. Pengorbanan mereka bukan hanya simbolik, tapi juga merupakan bentuk keimanan yang luar biasa. Ujian itu pun akhirnya digantikan dengan seekor domba sebagai bukti bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pengorbanan hamba-Nya. Maka, hingga kini, umat Islam memperingati kisah tersebut dengan menyembelih hewan kurban. Salah satu tujuan berkurban adalah untuk mengenang dan meneladani sikap pasrah dan taat tersebut. Kisah ini juga mengajarkan bahwa berkurban tidak hanya sebatas harta. Kadang kita perlu mengorbankan ego, waktu, dan bahkan kenyamanan demi menjalankan perintah Allah. Maka, salah satu tujuan berkurban adalah melatih jiwa kita untuk siap berkorban dalam hal apa pun demi Allah SWT. Dengan meneladani Nabi Ibrahim, umat Islam diharapkan dapat menyerap nilai-nilai luhur dari ibadah kurban. Salah satu tujuan berkurban adalah menjadikan kita pribadi yang berani menghadapi ujian dengan penuh keteguhan dan keikhlasan. Salah Satu Tujuan Berkurban Adalah Menguatkan Takwa kepada Allah SWT
Ibadah kurban bukan hanya soal menyembelih dan membagikan daging. Ia lebih dari itu. Salah satu tujuan berkurban adalah memperkuat takwa dalam diri setiap Muslim. Takwa adalah posisi tertinggi dalam hubungan manusia dengan Allah, dan kurban menjadi salah satu jalan untuk mencapainya. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hajj: 37, Allah tidak melihat kepada daging dan darah kurban, tetapi kepada ketakwaan. Maka, jelas bahwa salah satu tujuan berkurban adalah untuk mengasah hati agar senantiasa takut dan cinta kepada Allah SWT. Bagi orang yang berkurban, ini adalah kesempatan untuk membersihkan jiwa, meninggikan keimanan, dan merendahkan hawa nafsu. Dalam proses ini, mereka belajar disiplin, belajar merelakan harta terbaiknya, dan mendidik hati agar ikhlas. Dengan begitu, salah satu tujuan berkurban adalah menjadi sarana untuk memperbaiki hubungan rohani dengan Allah. Ibadah kurban juga dilakukan pada waktu yang sangat mulia, yaitu hari-hari tasyriq setelah Idul Adha. Momentum ini seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk memperkuat ibadah, doa, dan zikir. Maka tidak berlebihan jika kita tegaskan bahwa salah satu tujuan berkurban adalah meningkatkan kedekatan dan ketakwaan kepada Allah. Takwa tidak hanya diukur dari ibadah-ibadah ritual, tetapi juga dari perilaku sehari-hari. Maka, setelah berkurban, umat Islam diharapkan menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sabar, dan lebih bertakwa. Inilah makna sejati bahwa salah satu tujuan berkurban adalah penguatan iman dan akhlak. Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu tujuan berkurban adalah bentuk nyata dari ketakwaan dan keikhlasan seorang hamba. Kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi tentang menyembelih ego, kesombongan, dan keengganan untuk taat. Melalui kurban, umat Islam belajar memberi yang terbaik, meneladani nabi-nabi terdahulu, dan membina hubungan yang kuat dengan Allah serta sesama manusia. Maka jelas bahwa salah satu tujuan berkurban adalah menjadikan kita pribadi yang lebih bertakwa dan lebih bermanfaat bagi sekitar. Semoga setiap ibadah kurban yang dilakukan dapat menjadi sarana peningkatan iman, penghapus dosa, dan jalan menuju ridha Allah SWT. Ingatlah selalu bahwa salah satu tujuan berkurban adalah bukan tentang seberapa besar hewan yang disembelih, tetapi seberapa tulus hati dalam menjalankannya.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA21/05/2025 | admin
Kapan Boleh Potong Kuku Bagi yang Berkurban, Ini Waktunya Menurut Ulama
Menjelang Idul Adha, umat Islam yang berniat berkurban biasanya mulai mempersiapkan diri baik secara finansial maupun spiritual. Salah satu persoalan yang kerap ditanyakan adalah kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Masalah ini tampak sepele, namun dalam Islam memiliki dimensi ibadah yang penting. Rasulullah SAW memberikan arahan khusus tentang hal ini, dan para ulama pun menjelaskan hukumnya secara rinci. Mengetahui kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban bukan hanya sekadar mengikuti sunnah, tapi juga menunjukkan ketaatan dan keikhlasan seorang Muslim dalam beribadah. Larangan memotong kuku dan rambut menjelang penyembelihan hewan kurban bukan tanpa hikmah. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim memahami hal ini secara mendalam agar ibadah kurban yang dilaksanakan benar-benar bernilai di sisi Allah SWT. Hukum Memotong Kuku Bagi yang Berniat Berkurban
Sebelum membahas lebih jauh tentang kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban, kita harus memahami dasar hukumnya terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda: "Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sedikit pun sampai ia menyembelih kurbannya." (HR. Muslim: 1977) Hadits ini menjadi dasar kuat bagi para ulama dalam menjelaskan kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Imam Nawawi menjelaskan bahwa larangan ini bersifat sunnah muakkadah, yaitu sangat dianjurkan untuk diikuti, walau tidak sampai derajat haram jika dilanggar. Namun, sebagian ulama dari mazhab Hanbali berpendapat bahwa larangan tersebut hukumnya wajib, sehingga memotong kuku atau rambut sebelum hewan kurban disembelih dianggap berdosa. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk hati-hati dan mengetahui kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban sesuai dengan ajaran yang paling kuat. Ulama kontemporer seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh Utsaimin juga memperkuat pendapat bahwa sunnah ini berlaku bagi orang yang berniat berkurban, bukan seluruh anggota keluarganya. Dengan begitu, pemahaman tentang kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban menjadi lebih jelas dan tidak membingungkan. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa, berdasarkan hadits dan penjelasan para ulama, kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban adalah setelah hewan kurban disembelih, bukan sebelumnya. Hal ini bertujuan agar pekurban bisa meniru keadaan jamaah haji yang sedang ihram. Waktu Dimulainya Larangan Potong Kuku bagi Pekurban
Setelah memahami dasar hukum larangan ini, kita masuk pada pembahasan lebih spesifik tentang kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban berdasarkan waktu. Banyak umat Islam yang masih bingung kapan larangan ini mulai berlaku, apakah sejak tanggal 1 Dzulhijjah atau sejak niat kurban muncul? Mayoritas ulama sepakat bahwa larangan tersebut mulai berlaku sejak masuknya malam pertama bulan Dzulhijjah, atau lebih tepatnya setelah terbenam matahari di akhir bulan Dzulqa’dah. Dengan demikian, kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban sudah tidak diperbolehkan sejak waktu tersebut, sampai hewan kurban disembelih. Misalnya, jika hilal Dzulhijjah terlihat pada malam Jumat, maka sejak Kamis maghrib, larangan memotong kuku dan rambut sudah berlaku bagi yang berniat berkurban. Ini penting diperhatikan agar tidak melanggar anjuran Rasulullah SAW mengenai kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Namun, apabila seseorang baru berniat berkurban setelah masuknya 1 Dzulhijjah, maka larangan tersebut mulai berlaku sejak niat itu muncul, bukan sejak awal bulan. Hal ini menjelaskan bahwa larangan terkait kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban tidak berlaku secara otomatis, melainkan bergantung pada adanya niat. Dalam praktiknya, sebagian ulama membolehkan memotong kuku jika benar-benar mendesak, misalnya karena kuku sudah sangat panjang hingga menyulitkan aktivitas. Namun tetap, keutamaan menahan diri adalah bagian dari bentuk penghormatan terhadap sunnah dan ketentuan tentang kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Hikmah di Balik Larangan Potong Kuku Sebelum Kurban
Selain menanyakan kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban, umat Islam juga sering mempertanyakan apa hikmah di balik larangan ini. Tentu saja, segala perintah dan larangan dalam Islam memiliki makna dan tujuan yang dalam, termasuk dalam hal yang tampaknya kecil seperti kuku dan rambut. Pertama, larangan ini mengajarkan disiplin ibadah. Dengan menahan diri untuk tidak memotong kuku dan rambut, seorang Muslim diajarkan untuk lebih taat dan patuh terhadap ajaran Rasulullah SAW. Hal ini memperkuat makna spiritual tentang kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Kedua, menurut sebagian ulama, larangan ini menunjukkan kesamaan simbolik antara pekurban dan jamaah haji yang sedang berihram. Dalam keadaan ihram, seseorang dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku, sehingga pelaksana kurban pun seolah turut merasakan nuansa ibadah haji dari jauh. Ketiga, hal ini menjadi bentuk ketaatan lahir dan batin. Ibadah kurban bukan hanya menyembelih hewan, tapi juga menyembelih ego, hawa nafsu, dan keinginan pribadi, termasuk keinginan untuk merapikan diri sebelum waktunya. Maka, memahami kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban adalah bagian dari perjalanan spiritual tersebut. Keempat, larangan ini menjadi momen muhaasabah diri, ketika seorang Muslim mengintrospeksi niatnya dalam berkurban. Apakah murni karena Allah atau hanya rutinitas tahunan. Dengan menahan diri dari hal kecil seperti kuku, maka diharapkan ibadah menjadi lebih khusyuk. Kelima, secara medis dan psikologis, larangan ini mengajarkan pentingnya menunda kenyamanan demi kebaikan yang lebih besar. Dalam konteks ini, memahami kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban bisa membentuk mentalitas sabar dan tangguh. Bolehkah Potong Kuku Setelah Kurban Disembelih?
Pertanyaan ini sering muncul: setelah hewan kurban disembelih, kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban kembali dilakukan? Jawabannya cukup jelas menurut mayoritas ulama, yaitu setelah penyembelihan dilakukan, maka larangan sudah tidak berlaku lagi. Dengan kata lain, seseorang yang telah menyembelih hewan kurbannya atau menyaksikan kurban atas namanya disembelih, maka ia boleh kembali memotong kuku dan rambut. Inilah waktu yang dianggap tepat dan sah dalam menjawab kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Jika seseorang tidak menyembelih sendiri, tapi mewakilkan kepada panitia kurban, maka ia perlu memastikan bahwa penyembelihan sudah dilakukan. Maka dari itu, banyak ulama menyarankan agar pekurban mengetahui waktu pastinya agar tidak melanggar prinsip kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Namun, jika kurban dilakukan pada hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah), maka larangan tetap berlaku sampai hari kurban itu benar-benar disembelih. Artinya, kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban bergantung pada momen penyembelihan itu sendiri, bukan pada tanggal secara umum. Menjaga diri untuk tetap menahan memotong kuku sampai waktu yang ditentukan juga bagian dari semangat ibadah. Dengan begitu, ibadah kurban tidak hanya terbatas pada menyembelih hewan, tapi juga menjadi jalan pengendalian diri, termasuk dalam konteks kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban. Memahami kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban merupakan bagian penting dari kesempurnaan ibadah kurban. Meskipun tampak sepele, namun hal ini termasuk bagian dari sunnah Rasulullah SAW yang sangat dianjurkan untuk diikuti oleh umat Islam yang ingin berkurban. Larangan memotong kuku dan rambut mulai berlaku sejak masuknya 1 Dzulhijjah hingga hewan kurban disembelih. Oleh karena itu, siapa pun yang berniat berkurban sebaiknya sudah menahan diri sejak waktu tersebut sebagai bentuk kepatuhan terhadap ajaran Nabi. Maka, sangat penting memahami dengan benar kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban agar ibadah tidak sia-sia. Tentu saja, jika seseorang lupa atau tidak tahu lalu memotong kuku, maka tidak membatalkan kurban, tapi pahala dari mengikuti sunnah ini bisa berkurang. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban harus terus disebarkan agar semakin banyak umat Muslim yang menjalankan kurban dengan sebaik-baiknya. Semoga informasi ini bermanfaat dan membantu Anda menjalankan ibadah kurban dengan lebih khusyuk dan sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Jangan remehkan hal-hal kecil dalam ibadah, karena bisa jadi di sanalah letak keberkahan yang besar, termasuk dalam urusan kapan boleh potong kuku bagi yang berkurban.
BAZNAS DIY memberi kemudahan untuk masyarakat yang ingin berkurban. Caranya mudah, Anda bisa mengunjungi link https://diy.baznas.go.id/bayarzakat lalu ikuti petunjuknya. Bisa juga dengan menghubungi nomor layanan BAZNAS DIY : 0852-2122-2616
BERITA21/05/2025 | admin
BAZNAS DIY Pendampingan Pra Audit Syariah BAZNAS Kabupaten Bantul
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melaksanakan kegiatan pendampingan pra audit syariah kepada BAZNAS Kabupaten Bantul sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas tata kelola dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan zakat, infak, dan sedekah.
Kegiatan ini berlangsung di Kantor BAZNAS Kabupaten Bantul dan dihadiri oleh jajaran pimpinan serta tim pelaksana dari kedua lembaga. Dalam pendampingan tersebut, BAZNAS DIY menyampaikan materi penting terkait Pedoman Umum Audit Syariah, Evaluasi Hasil Audit Syariah di DIY, serta aspek Administrasi Teknis dan Implementasi Pemeriksaan Audit Syariah.
Wakil Ketua III BAZNAS DIY, H. Nusya’bani Purnama SE. M.Si, menyampaikan bahwa audit syariah bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga wujud tanggung jawab moral dalam menjaga kepercayaan muzaki dan memastikan distribusi dana zakat dilakukan secara tepat dan sesuai syariat.
"Melalui kegiatan ini, kami ingin memastikan bahwa proses audit syariah tidak hanya dipahami secara teori, tetapi juga benar-benar diterapkan dalam praktik, mulai dari pencatatan hingga pelaporan distribusi dana zakat," ujar H. Nusya’bani Purnama SE. M.Si,.
Dalam sesi diskusi, tim BAZNAS DIY juga memaparkan hasil evaluasi audit syariah yang telah dilakukan BAZNAS dan LAZ di berbagai kabupaten/kota di DIY. Evaluasi ini menjadi bahan refleksi bersama guna memperbaiki aspek-aspek kelembagaan yang masih perlu ditingkatkan, seperti konsistensi pelaporan, penguatan SOP, serta kesesuaian program pendistribusian dengan prinsip syariah.
Sementara itu, BAZNAS Kabupaten Bantul, mengapresiasi kegiatan pendampingan ini dan menyatakan komitmennya untuk segera menindaklanjuti hasil evaluasi yang disampaikan.
BAZNAS Kabupaten Bantul berkomitmen untuk terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Kegiatan ini menjadi motivasi bagi BAZNAS Kabupaten Bantul untuk memperkuat sistem pengelolaan yang tidak hanya baik secara administratif, tetapi juga sesuai prinsip 3A (Aman Syar’i, Aman Regulasi dan Aman NKRI).
Dengan adanya pendampingan ini, diharapkan BAZNAS Kabupaten Bantul semakin siap dalam menghadapi audit syariah secara mandiri dan mampu menjadikan hasil audit sebagai acuan untuk peningkatan kinerja dan pelayanan kepada masyarakat.
BERITA20/05/2025 | admin
Melalui Dana ZIS - BAZNAS DIY Perkuat Pendidikan Inklusi
Yogyakarta (19/05/2025) diy.baznas.go.id – Bertempat di Aula Barat Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta terselenggara Forum Group Diskusi penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Dana ZIS bukan hanya kewajiban bagi umat muslim, melainkan juga sebagai wujud aksi nyata kepedulian sosial yang dapat mempererat solidaritas dan kesejahteraan masyarakat. BAZNAS DIY pun berkomitmen untuk mendukung sinergi antara seluruh stakeholder dalam memperkuat kesejahteraan sosial melalui dukungan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) dengan skema beasiswa ataupun bantuan tunggakan pendidikan.
Sekretaris BAZNAS DIY mengungkapkan hal demikian, saat berdialog dengan berbagai unsur dari perguruan tinggi, komunitas, balai dikmen, SMA/SMK se-DIY yang telah menerapkan SPPI serta peserta daring pada Senin (19/05) di Dinas Sosial, Yogyakarta. Program pendidikan inklusi ini bisa diterapkan implementasinya dan dapat terus diperluas, sehingga manfaatnya semakin dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan agar potensi kecerdasan dan bakat istimewa dari saudara-saudara kita dapat meningkat dan berdaya saing diberbagai aspek kehidupan.
“Terima kasih kepada BAZNAS Daerah Istimewa Yogyakarta yang selama ini telah menjalankan fungsi strategis dalam mengelola dana zakat mulai dari pengumpulan hingga penyaluran dengan amanah dan profesional. BAZNAS DIY telah menjadi penghubung kebaikan khususnya di bidang pendidikan” ujar pak budi perwakilan DIKPORA DIY.
Senada dengan beliau, Kepala Biro Kesra juga menyampaikan apresiasi atas kinerja BAZNAS DIY yang terus istiqomah dalam menggerakan roda perekonomian melalui penyaluran konsumtif dan produktif. Bukan hanya berdampak sosial, tetapi juga memiliki nilai peningkatan spiritual yang besar. Pemda DIY berharap besar agar potensi pengelolaan zakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat lebih tergarap maksimal dan merata tepat sasaran dalam hal pemberian distribusi dana ZIS. Dengan demikian akan menjangkau lebih luas lagi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan. (Han/Rd/Hb)
BERITA20/05/2025 | admin
Bolehkah Fidyah Diberikan kepada Saudara, Begini Jawaban Para Ulama
Fidyah merupakan solusi syar’i bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa Ramadhan karena alasan yang dibenarkan dalam agama, seperti usia lanjut atau sakit kronis. Namun, muncul satu pertanyaan yang sering ditanyakan umat Islam, yaitu “bolehkah fidyah diberikan kepada saudara?” Pertanyaan ini wajar, mengingat dalam kehidupan nyata, sering kali keluarga kita sendiri berada dalam kondisi ekonomi yang sulit. Maka dari itu, penting untuk menelusuri pendapat para ulama terkait hal ini agar kita dapat menunaikan fidyah dengan benar dan sesuai syariat.
Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan penting tersebut: bolehkah fidyah diberikan kepada saudara? Kami akan membahasnya secara menyeluruh, mulai dari pengertian fidyah, syarat penerima fidyah, hingga pandangan para ulama mengenai pemberian fidyah kepada kerabat atau anggota keluarga.
Pengertian Fidyah dan Tujuan Pembayarannya
Sebelum menjawab pertanyaan bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu apa itu fidyah dan mengapa fidyah menjadi bagian dari ibadah dalam Islam. Fidyah adalah pengganti ibadah puasa Ramadhan yang tidak bisa ditunaikan oleh seseorang karena kondisi tertentu yang bersifat permanen.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 184, Allah berfirman:
“Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” Ayat ini menjadi dasar hukum dari pembayaran fidyah sebagai bentuk keringanan dalam beribadah.
Tujuan fidyah adalah membantu orang-orang miskin dengan memberi makanan sebagai kompensasi dari puasa yang ditinggalkan. Maka dari itu, saat muncul pertanyaan bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, kita harus meninjau apakah saudara yang dimaksud termasuk kategori miskin yang layak menerima fidyah.
Bolehkah fidyah diberikan kepada saudara jika mereka adalah fakir miskin? Ini menjadi inti diskusi yang perlu dipahami secara teliti. Karena meskipun fidyah merupakan amal ibadah, distribusinya tetap memiliki aturan agar tidak salah sasaran.
Jadi, sebelum mengambil keputusan, seorang muslim perlu tahu siapa saja yang termasuk penerima fidyah yang sah menurut hukum Islam. Dan tentu saja, untuk menjawab bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, kita harus melihat status ekonomi saudara tersebut serta hubungan tanggungan antara pemberi dan penerima.
Syarat Penerima Fidyah Menurut Ulama
Untuk mengetahui bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, mari kita telaah dulu siapa yang boleh menerima fidyah menurut para ulama. Secara umum, para ulama sepakat bahwa fidyah hanya boleh diberikan kepada golongan fakir miskin. Hal ini berdasarkan nash Al-Qur’an dan pendapat mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali.
Jika seseorang hendak membayar fidyah, maka ia harus memastikan bahwa penerimanya benar-benar tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari. Maka, dalam konteks bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, jawabannya tergantung pada apakah sang saudara termasuk golongan miskin tersebut.
Bolehkah fidyah diberikan kepada saudara jika ia miskin dan bukan termasuk tanggungan wajib si pemberi? Menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali, boleh. Bahkan, memberikan kepada keluarga dekat yang membutuhkan lebih utama karena disertai pahala silaturahmi.
Namun, bolehkah fidyah diberikan kepada saudara yang masih menjadi tanggungan? Inilah yang tidak diperbolehkan. Jika seseorang memberikan fidyah kepada anak, orang tua, atau istri/suami yang wajib dinafkahi, maka pembayaran fidyah tersebut tidak sah karena dianggap tidak berpindah kepemilikan (berputar di lingkaran yang sama).
Selain itu, penting juga memastikan bahwa fidyah diberikan dalam bentuk makanan atau sesuai dengan standar lokal yang berlaku. Hal ini menjadi bagian dari syarat sahnya fidyah agar tidak menyalahi aturan syariat.
Kesimpulannya, untuk menjawab bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, kita harus terlebih dahulu menilai apakah saudara tersebut miskin dan bukan dalam tanggungan wajib kita.
Pendapat Ulama Terkait Fidyah kepada Saudara Kandung
Pertanyaan bolehkah fidyah diberikan kepada saudara sering muncul dalam kehidupan sehari-hari karena faktor kedekatan emosional dan kondisi ekonomi keluarga. Maka penting untuk menelaah secara khusus pendapat ulama tentang hal ini.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ menjelaskan bahwa fidyah boleh diberikan kepada kerabat atau saudara, selama mereka memenuhi syarat sebagai penerima zakat (yaitu fakir atau miskin) dan bukan orang yang wajib dinafkahi oleh pemberi fidyah. Maka, bolehkah fidyah diberikan kepada saudara yang miskin? Jawabannya adalah: boleh, bahkan dianjurkan.
Begitu pula pendapat Syaikh Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya Fiqh Zakat, beliau menyatakan bahwa memberikan zakat maupun fidyah kepada kerabat yang miskin lebih utama daripada kepada orang asing, karena selain membantu ekonomi mereka, juga mempererat hubungan kekeluargaan. Maka, tidak hanya bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, bahkan itu lebih afdhal selama tidak melanggar syarat-syarat yang ditetapkan.
Namun, perlu dicatat bahwa bolehkah fidyah diberikan kepada saudara juga bergantung pada niat dan kesesuaian kondisi. Jangan sampai niat baik berubah menjadi kelalaian karena tidak mengecek kondisi penerima terlebih dahulu.
Banyak ulama menekankan bahwa prinsip utama dalam distribusi fidyah adalah memastikan bahwa manfaatnya benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan, bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban saja. Oleh karena itu, saat kita bertanya bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, maka hendaknya kita menimbang aspek syariat, kejujuran, dan kebermanfaatannya.
Etika dan Tata Cara Memberikan Fidyah kepada Keluarga
Setelah mengetahui bahwa jawabannya adalah “boleh” dalam konteks tertentu, maka pembahasan bolehkah fidyah diberikan kepada saudara berlanjut ke bagaimana cara dan adab menyalurkannya. Memberikan fidyah, baik kepada saudara atau orang lain, harus dilakukan dengan penuh keikhlasan dan tidak menyinggung perasaan penerima.
Pertama, saat menjawab bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, maka kita perlu mengedepankan rasa hormat. Jangan sampai niat membantu malah membuat saudara merasa rendah diri. Penyampaian fidyah bisa dilakukan dengan bahasa yang halus dan sopan.
Kedua, saat memberikan fidyah, pastikan bahwa nilainya sesuai dengan standar fidyah yang berlaku di daerah masing-masing. Jika menggunakan makanan, maka pastikan makanan itu layak konsumsi. Jika menggunakan uang, maka sesuaikan dengan nilai satu kali makan layak.
Ketiga, walaupun kita tahu bahwa bolehkah fidyah diberikan kepada saudara, jangan sampai menyalurkannya hanya kepada satu orang untuk seluruh jumlah fidyah. Islam menganjurkan distribusi yang merata agar manfaatnya tersebar luas. Jika fidyah Anda untuk 30 hari puasa, maka akan lebih baik jika disalurkan kepada beberapa orang miskin yang berbeda.
Keempat, pastikan fidyah disalurkan dalam waktu yang sesuai, yaitu selama bulan Ramadhan atau segera setelah hari-hari puasa yang ditinggalkan. Menunda pembayaran fidyah tanpa alasan syar’i tidak dianjurkan dalam Islam.
Kelima, menjaga niat dan keikhlasan sangat penting. Menjawab bolehkah fidyah diberikan kepada saudara secara hukum memang penting, namun esensi ibadah adalah ketulusan hati dalam menunaikan perintah Allah.
Setelah membahas dari berbagai sudut pandang, maka pertanyaan bolehkah fidyah diberikan kepada saudara dapat dijawab dengan tegas: boleh, dengan catatan bahwa saudara tersebut adalah fakir miskin dan bukan termasuk orang yang wajib dinafkahi oleh pemberi fidyah.
Islam tidak melarang memberi fidyah kepada anggota keluarga, bahkan menganjurkannya selama sesuai syarat. Oleh karena itu, sebelum membayar fidyah kepada kerabat, kita perlu memastikan bahwa mereka benar-benar membutuhkan dan tidak termasuk dalam tanggungan kita secara finansial.
Mengetahui jawaban dari bolehkah fidyah diberikan kepada saudara akan membantu umat Islam untuk menunaikan kewajiban fidyah dengan lebih tepat sasaran dan penuh keberkahan. Karena pada akhirnya, yang Allah nilai bukan hanya nominal yang diberikan, tetapi niat dan cara kita menunaikannya.
Semoga artikel ini bisa menjadi panduan yang bermanfaat bagi setiap muslim yang ingin memahami hukum fidyah lebih dalam dan tidak lagi ragu saat bertanya bolehkah fidyah diberikan kepada saudara.
BERITA19/05/2025 | admin
Doa Bayar Fidyah dengan Beras: Lafadz dan Tata Cara Lengkap
Dalam Islam, ibu hamil memiliki keringanan apabila tidak mampu melaksanakan ibadah puasa Ramadhan karena alasan kesehatan diri maupun janin. Sebagai gantinya, Islam memberikan solusi berupa fidyah. Namun, banyak umat Muslim yang masih bertanya-tanya tentang cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil, terutama apakah sah mengganti fidyah dengan uang dan bagaimana prosedurnya menurut syariat.
Artikel ini akan membahas secara lengkap dan mendalam tentang cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil berdasarkan pandangan para ulama dan ketentuan fiqih Islam. Semoga menjadi panduan praktis dan bermanfaat bagi para ibu hamil yang ingin tetap menjalankan kewajiban syariat dengan benar.
Hukum Fidyah bagi Ibu Hamil dalam Islam
Sebelum memahami cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil, penting untuk mengetahui terlebih dahulu apa dasar hukum fidyah bagi ibu hamil dalam ajaran Islam. Fidyah adalah bentuk pengganti puasa yang tidak dilakukan karena kondisi tertentu, salah satunya kehamilan.
Dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, disebutkan bahwa wanita hamil yang khawatir terhadap keselamatan janin jika berpuasa, boleh tidak berpuasa dan wajib menggantinya dengan fidyah. Para ulama seperti dari mazhab Syafi’i dan Hanbali menyebutkan bahwa ibu hamil wajib membayar fidyah jika tidak berpuasa karena khawatir terhadap janin.
Lalu, bagaimana cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil menurut hukum Islam? Dalam praktiknya, para ulama berbeda pendapat mengenai bentuk fidyah — apakah harus berupa makanan atau boleh dalam bentuk uang. Sebagian besar ulama seperti dari mazhab Syafi’i dan Maliki lebih menekankan pada bentuk makanan, namun sebagian ulama kontemporer memperbolehkan uang jika lebih bermanfaat bagi penerima.
Oleh karena itu, memahami cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil tidak bisa dilepaskan dari konteks lokal dan kemaslahatan. Bila uang lebih mudah dan lebih bermanfaat bagi penerima, maka diperbolehkan berdasarkan kaidah maslahat.
Dengan dasar itu, umat Muslim, khususnya para ibu hamil, perlu mengetahui tata cara pembayaran fidyah yang tepat, agar ibadah mereka sah dan diterima oleh Allah SWT. Hal ini membuat pembahasan tentang cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil menjadi sangat relevan dan penting.
Ketentuan Nominal dan Waktu Pembayaran Fidyah
Mengetahui cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil juga harus disertai pemahaman tentang besaran fidyah dan waktu yang tepat untuk membayarnya. Besaran fidyah disesuaikan dengan harga satu porsi makan layak di daerah setempat.
BAZNAS RI menetapkan nilai fidyah sebesar Rp60.000 per jiwa per hari. Cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil juga berkaitan erat dengan waktu pembayaran. Para ulama menyarankan fidyah dibayarkan pada hari yang sama ketika tidak berpuasa, atau setelah Ramadhan berakhir jika lebih memungkinkan. Yang terpenting adalah fidyah dibayar sebelum datang Ramadhan berikutnya.
Bagi yang memilih cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil, pastikan uang tersebut diberikan kepada orang miskin atau lembaga amil zakat tepercaya. Hindari penggunaan fidyah untuk keperluan selain membantu fakir miskin, karena itu akan membuat pembayaran tidak sah menurut syariat.
Dalam konteks modern, banyak lembaga zakat menyediakan layanan fidyah berbasis uang secara daring. Hal ini mempermudah pelaksanaan cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil, terutama di tengah kesibukan atau keterbatasan mobilitas.
Dengan mengetahui ketentuan nominal dan waktu, ibu hamil tidak lagi bingung menjalankan cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil, dan bisa menjalankan ibadah dengan lebih tenang dan khusyuk.
Tata Cara dan Langkah Praktis Membayar Fidyah dengan Uang
Setelah memahami latar belakang dan ketentuan nominalnya, kini saatnya mengulas secara rinci cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil dalam bentuk langkah-langkah praktis yang bisa langsung diterapkan.
Langkah pertama dalam cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil adalah menentukan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Misalnya, jika ibu tidak berpuasa selama 15 hari, maka fidyah yang dibayarkan adalah 15 kali dari nilai fidyah harian.
Langkah kedua adalah menghitung nominal uang fidyah. Jika nilai satu hari fidyah adalah Rp60.000, maka untuk 15 hari puasa yang ditinggalkan, ibu hamil harus membayar Rp900.000. Inilah bentuk praktis dari cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil yang mudah dilakukan.
Langkah ketiga, tentukan pihak yang akan menerima fidyah. Menurut ketentuan syariat, fidyah hanya sah diberikan kepada fakir miskin. Maka pastikan bahwa uang yang diberikan tepat sasaran. Bisa disalurkan langsung ke orang miskin atau melalui lembaga resmi seperti BAZNAS.
Langkah keempat, niatkan pembayaran fidyah sebagai ibadah. Dalam cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil, niat menjadi bagian penting karena yang membedakan antara sedekah biasa dan fidyah adalah niatnya sebagai pengganti puasa.
Langkah terakhir adalah dokumentasi atau pencatatan. Meskipun tidak wajib, mencatat pembayaran fidyah bisa membantu untuk memastikan bahwa kewajiban telah dilaksanakan dengan baik. Ini juga menjadi bagian dari kesungguhan dalam menjalankan cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil.
Keutamaan Membayar Fidyah dengan Ikhlas dan Tepat
Membahas cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil tidak lengkap tanpa menyinggung nilai spiritual dan keutamaannya. Membayar fidyah adalah bentuk kepatuhan kepada Allah SWT atas keringanan yang telah diberikan kepada umat-Nya.
Dalam kondisi hamil, ketika wanita tidak kuat berpuasa, Allah tidak memaksakan kewajiban. Justru diberikan jalan lain melalui fidyah. Maka dari itu, cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil adalah bentuk rasa syukur atas rahmat dan kasih sayang Allah.
Keikhlasan menjadi kunci utama dalam ibadah ini. Jangan sampai kita hanya menggugurkan kewajiban secara formal, tetapi melupakan ruh ibadah. Oleh karena itu, dalam cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil, perlu disertai dengan hati yang tulus, tidak sekadar transfer uang tanpa penghayatan.
Selain itu, membayar fidyah juga memiliki keutamaan sosial. Uang fidyah dapat membantu orang miskin memenuhi kebutuhan pangan. Inilah mengapa cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil yang dilakukan dengan benar, tidak hanya berpahala untuk diri sendiri, tapi juga berdampak nyata bagi orang lain.
Dengan memahami keutamaannya, para ibu hamil tidak akan menganggap enteng fidyah. Sebaliknya, mereka akan melihat cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil sebagai bentuk cinta dan tanggung jawab kepada agama dan sesama.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil merupakan solusi yang sah dan praktis dalam menjalankan ibadah puasa saat tidak memungkinkan untuk berpuasa. Islam memberikan kelonggaran dan kemudahan bagi ibu hamil dengan tetap menjaga tanggung jawab spiritual mereka.
Penting untuk memahami bahwa cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil harus dilakukan sesuai dengan ketentuan: jumlah hari puasa yang ditinggalkan, nilai fidyah per hari, niat, serta memastikan uang disalurkan kepada yang berhak menerimanya, yaitu fakir miskin.
Semoga pembahasan tentang cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil ini bisa menjadi panduan yang bermanfaat bagi umat Muslim, khususnya para ibu yang sedang mengandung. Islam adalah agama rahmat, dan setiap keringanan yang diberikan selalu disertai jalan ibadah lainnya yang tetap membawa keberkahan.
BERITA19/05/2025 | admin

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat
